Al-arabiyah linnasyiin - Di sudut kota yang ramai, terdapat sebuah pengumuman yang menggantung di dinding, mencerminkan keputusasaan seorang wanita yang kehilangan uangnya. Uang sejumlah 200 Riyal, jumlah yang mungkin terlihat sedikit bagi sebagian orang, namun bagi wanita itu, itu adalah segalanya. Pengumuman tersebut bukan hanya sekadar kertas, melainkan cerminan dari kehidupan yang penuh perjuangan, di mana setiap sen memiliki nilai yang tak tergantikan.
Kisah ini berlanjut dengan kedatangan seorang pria yang mengaku menemukan uang tersebut. Dengan langkah yang berat, ia menaiki tangga menuju rumah susun, tempat si nenek tinggal. Setelah menyerahkan uang yang ia klaim sebagai temuan, ia disambut dengan tangisan haru dan ucapan terima kasih yang tulus dari nenek tersebut. Namun, ada kejutan yang tidak terduga. Nenek itu mengungkapkan bahwa pria tersebut adalah orang ke-12 yang memberikan uang kepadanya, meskipun ia sendiri tidak pernah kehilangan uang.
Pria itu tersenyum, sebuah senyum yang mungkin menyimpan berbagai cerita. Sebelum ia sempat pergi, nenek itu memintanya untuk merobek kertas pengumuman yang telah membawa mereka bersama. Dengan pengakuan yang mengejutkan, nenek itu mengatakan bahwa ia tidak bisa menulis dan bukanlah dia yang membuat pengumuman tersebut.
Dari situ, kita belajar bahwa empati dan simpati yang kita berikan kepada sesama dapat menjadi cahaya harapan bagi mereka yang merasa terlupakan. Wanita itu, dengan air mata yang mengalir, mengingatkan kita semua tentang pentingnya berbagi dan bersedekah. Karena pada akhirnya, kafan yang akan membungkus kita kelak tidak memiliki saku untuk membawa harta benda.
Kalimat “تصدق فليس للكفن جيوب” yang berarti “Berilah sedekah karena kafan tidak memiliki saku” adalah pengingat yang kuat akan sifat sementara kehidupan dan harta yang kita miliki. Kisah ini mengajarkan kita bahwa apa yang kita berikan akan kembali kepada kita dalam bentuk yang berbeda, mungkin bukan dalam rupa materi, tetapi dalam kepuasan batin dan kedamaian jiwa.
Kita diajak untuk merenungkan kembali nilai-nilai yang kita pegang, untuk tidak tenggelam dalam kenikmatan semata sementara di sekitar kita masih banyak yang membutuhkan uluran tangan. Kisah nenek dan pria yang baik hati ini adalah pelajaran bagi kita semua untuk terus berbuat baik, tanpa menunggu balasan, karena kebaikan adalah mata uang yang paling berharga di dunia ini. Mari kita renungkan ayat-ayat berikut.
قُل لِّعِبَادِيَ الَّذِينَ آمَنُواْ يُقِيمُواْ الصَّلاَةَ وَيُنفِقُواْ مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرّاً وَعَلانِيَةً مِّن قَبْلِ أَن يَأْتِيَ يَوْمٌ لاَّ بَيْعٌ فِيهِ وَلاَ خِلاَلٌ
Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman: “Hendaklah mereka mendirikan shalat, menafkahkan sebahagian rezki yang Kami berikan kepada mereka secara sembunyi ataupun terang-terangan sebelum datang hari (kiamat) yang pada hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan.” [Ibrahim/14:31]
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَنفِقُواْ مِمَّا رَزَقْنَاكُم
Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu. [Al-Baqarah/2:254]
Kita mati hanyalah membawa kain kafan yang memungkus di tubuh kita. Dan kain kafan sampai kapanpun tidak akan ada kantongnya. Maka kita sebagai seorang muslim yang hidup di sisa-sia umur kita hendaknya lebih banya beramal shalih, melaksanakan shalat, zakat, puasa dan bersedekah hingga amal shalih lainnya untuk mempersiapkan kematian kelak.
Artikel ini ditulis berdasarkan tulisan Ustadz. Abu Salma Muhammad hafizhahullah
Kitab Bahasa Arab - Arabiyah linnasyiin – Fikar store