Nahwu Wadhih - Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahuanhu, Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda,
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
“Tidak akan masuk surga seseorang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar biji sawi.” Ada seseorang yang bertanya, “Bagaimana dengan seorang yang suka memakai baju dan sandal yang bagus?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.“ (HR. Muslim no. 91)
Dalam hadis yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam diatas, kita diingatkan tentang bahaya kesombongan yang dapat menghalangi seseorang dari memasuki surga. Kesombongan, sebagaimana dijelaskan oleh Nabi, adalah penolakan terhadap kebenaran dan meremehkan sesama manusia. Sikap ini sering kali muncul ketika seseorang menolak kebenaran yang datang dari Al-Qur’an dan hadis karena merasa lebih unggul atau memiliki kedudukan yang lebih tinggi. Seseorang yang menolak nasihat kebenaran dari orang lain juga dapat dikategorikan sebagai orang yang sombong, yaitu menolak hujjah yang datang padanya dan merendahkan orang yang menyampaikan hujjah.
Kita harus menyadari bahwa segala kelebihan yang kita miliki, baik itu kekayaan, kedudukan, atau ilmu, semuanya adalah pemberian dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Orang kaya harus mengakui bahwa kekayaannya datang dari Allah. Orang yang memiliki kedudukan harus mengerti bahwa kedudukan tersebut adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah, bukan untuk disombongkan. Demikian pula, orang yang berilmu harus menggunakan ilmunya untuk menjadi lebih rendah hati dan takut kepada Allah, bukan untuk kesombongan.
Kesombongan pada dasarnya adalah ketidakmengertian seseorang tentang esensi dirinya sendiri. Orang yang sombong lupa bahwa dia adalah hamba yang tidak memiliki apa-apa tanpa rahmat dan karunia Allah. Apa gunanya menyombongkan diri dengan segala kelebihan jika pada hakikatnya kita tidak memiliki apa-apa?
Pada intinya kesombongan merupakan pertanda kebodohan seseorang, karena selalu menolak kebenaran yang disampaikan kepadanya dan merendahkan orang lain karena ketidaktahuannya atau penolakannya terhadap kebenaran dalam arti lain, lari dari kenyataan sehingga menjadikannya tampak bodoh di hadapan orang lain.
Oleh karena itu, ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi kita kelebihan, kita harus berhati-hati. Kita harus melakukan introspeksi diri dan memeriksa hati kita. Jika Allah memberi kita kekayaan, kedudukan, atau kelebihan dalam beramal saleh, kita harus memastikan bahwa hal itu tidak menimbulkan kesombongan yang dapat menghalangi kita dari jalan menuju surga. Dari Iyadh bin radhiallahuanhu, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
وَإِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لَا يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلَا يَبْغِ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ
‘Sesungguhnya Allah mewahyukan kepadaku agar kalian bersikap rendah hati hingga tidak seorang pun yang bangga atas yang lain dan tidak ada yang berbuat aniaya terhadap yang lain” (HR Muslim no. 2865).
Kesombongan adalah penyakit hati yang dapat merusak amal dan menghalangi cahaya hidayah. Mari kita bersama-sama memohon kepada Allah agar hati kita dilindungi dari penyakit kesombongan dan agar kita selalu diberi kekuatan untuk mengakui kebenaran dan menghormati sesama manusia. Semoga kita menjadi hamba yang selalu bersyukur atas segala nikmat. amin
Kitab Nahwu Wadhih - Fikar Store