Kitab tashrif - Di era media sosial yang serba cepat, sering kali kita melihat orang berlomba menyebarkan informasi tanpa memeriksa kebenarannya terlebih dahulu. Padahal, Islam mengajarkan sikap al-hilm (tenang) dan al-anah (hati-hati), terutama dalam menyampaikan berita atau informasi. Dua sifat ini dicintai Allah dan menjadi penanda adab yang mulia bagi seorang muslim.
Sesungguhnya Allah Ta’ala telah memberikan peringatan dalam firman-Nya,
وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan atau pun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut setan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu)” (QS. An Nisa: 83)
Ayat ini mengajarkan bahwa tidak semua berita layak disebarkan, bahkan meski benar adanya. Apalagi jika penyebaran tersebut berpotensi menimbulkan keresahan atau ketakutan di masyarakat apalagi hingga menimbulkan kerusakan. Sikap terbaik adalah menyerahkan informasi tersebut kepada ahlinya, yaitu ulama dan pemimpin yang memahami duduk permasalahan serta dampaknya.
Sebagian ulama menyebutkan bahwa menyebarkan berita tanpa pertimbangan adalah kebiasaan orang-orang munafik. Dalam Tafsir Al-Qurthubi, disebutkan:
“Adh Dhahhak dan Ibnu Zaid mengatakan: ayat ini tentang orang munafik. Mereka dilarang melakukan hal tersebut karena mereka biasa berdusta dalam menyebarkan kabar tentang ketakutan dan bahaya.”
Orang munafik merasa senang jika umat Islam resah dan takut. Sebaliknya, mereka bersedih jika umat Islam merasa bahagia. Allah Ta’ala berfirman:
إِنْ تُصِبْكَ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْكَ مُصِيبَةٌ يَقُولُوا قَدْ أَخَذْنَا أَمْرَنَا مِنْ قَبْلُ وَيَتَوَلَّوْا وَهُمْ فَرِحُونَ
“Jika kamu mendapat sesuatu kebaikan, mereka menjadi tidak senang karenanya; dan jika kamu ditimpa oleh sesuatu bencana, mereka berkata: “Sesungguhnya kami sebelumnya telah memperhatikan urusan kami (tidak pergi berperang)” dan mereka berpaling dengan rasa gembira” (QS. At Taubah: 50).
Dan ketahuilah sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memuji sifat tenang dan hati-hati sebagai sifat yang dicintai Allah:
إن فيكَ خصلتينِ يحبهُما اللهُ : الحلمُ والأناةُ
"Sesungguhnya pada dirimu ada dua hal yang dicintai Allah: sifat tenang (al-hilm) dan hati-hati (al-anah).”
(HR. Muslim no. 17)
Beliau juga bersabda:
التَّأنِّي من اللهِ و العجَلَةُ من الشيطانِ
“berhati-hati itu dari Allah, tergesa-gesa itu dari setan” (HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra [20270], dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no. 1795).
Kemudian, Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan tiga sifat penting:
Al-Hilm: Kemampuan mengendalikan diri ketika marah dan tidak mudah bereaksi.
Al-Anah: Bersikap hati-hati dalam bertindak, tidak terburu-buru, serta meneliti masalah sebelum mengambil kesimpulan.
Ar-Rifq: Lembut dalam bermuamalah, bahkan kepada orang yang layak mendapat hukuman.
Sebagai seorang muslim, kita harus bertakwa kepada Allah dalam setiap tindakan. Ada beberapa langkah praktis untuk bersikap tenang dan hati-hati dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, penting untuk memeriksa validitas berita yang diterima dan tidak langsung menyebarkannya jika kebenarannya belum jelas. Bertanyalah kepada ahlinya atau orang-orang yang lebih memahami duduk perkara.
kemudian, pertimbangkan dampak dari penyebaran berita tersebut, apakah membawa manfaat atau justru menimbulkan keresahan. Selain itu, berdoalah memohon bimbingan Allah sebelum bertindak, agar diberi petunjuk untuk melakukan yang terbaik. Terakhir, teladanilah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat dalam ketenangan dan kehati-hatian mereka dalam menyelesaikan masalah. Dengan menjalankan langkah-langkah tersebut, semoga kita dapat menjalani hidup dengan lebih bijaksana dan tenang.
Di tengah derasnya arus informasi, seorang muslim harus menjadi sosok yang tenang dan bijaksana. Jangan tergesa-gesa mengambil keputusan atau menyebarkan sesuatu yang belum jelas manfaatnya. Konsultasikanlah dengan orang-orang yang berilmu, dan tetaplah berpegang pada prinsip-prinsip syariat dalam setiap langkah.
Semoga Allah memberikan kita taufik untuk senantiasa berhati-hati dan berbuat baik, menjauhkan kita dari sifat tergesa-gesa yang berasal dari setan. Wallahu a’lam bishawab.
Toko grosir kitab online - kitab tashrif - fikar store