Kitab tashrif - Tidak dapat dipungkiri bawhasanya cinta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kewajiban yang tak dapat ditawar dalam keimanan seorang muslim. Bahkan, cinta kepada beliau haruslah melebihi cinta kita kepada orang tua, anak-anak, dan seluruh manusia di muka bumi. Inilah cinta sejati yang Allah azza wa jalla tetapkan sebagai tanda kesempurnaan iman.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحبَّ إليه من ولده ووالده والناس أجمعين
“Tidaklah sempurna iman seseorang dari kalian, hingga aku lebih dia cintai melebihi orang tuanya, anaknya, dan manusia semuanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini mengajarkan kepada kita bahwa cinta kepada Rasulullah ﷺ memiliki derajat tertinggi setelah cinta kepada Allah. Mengapa? Karena Rasulullah ﷺ adalah perantara Allah dalam menyampaikan agama ini. Melalui beliau, kita mengenal Allah, mengetahui jalan kebenaran, dan meraih keselamatan dunia serta akhirat. Maka, mencintai beliau bukan hanya kewajiban, tetapi kebutuhan bagi setiap muslim.
Islam mengajarkan bahwa cinta memiliki tingkatan yang harus ditempatkan dengan benar. Rasulullah ﷺ berada di urutan pertama setelah Allah, kemudian orang tua, anak, dan barulah manusia lainnya.
Jika cinta kepada Nabi ﷺ menduduki tempat tertinggi, maka ia akan menjadi pedoman ketika ada perintah atau larangan yang bertentangan dengan ajaran beliau. Misalnya, ketika ada orang tua, ulama, atau masyarakat menganjurkan sesuatu yang bertentangan dengan ajaran Rasulullah ﷺ, seperti perayaan maulid yang termasuk perkara baru dalam agama, maka cinta sejati kepada beliau akan mendorong kita untuk mendahulukan sunnahnya daripada tradisi atau kebiasaan yang keliru.
Allah Ta’ala berfirman:
قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ ۗ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
“Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah mengasihimu dan mengampuni dosa-dosamu.” (QS. Ali Imran: 31)
Sesungguhnya cinta sejati tak cukup hanya dengan ucapan. Cinta sejati kepada Rasulullah ﷺ harus diwujudkan dengan ketaatan. AllahTa’ala berfirman:
مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا
“Barang siapa yang menaati Rasul, sesungguhnya ia telah menaati Allah.” (QS. An-Nisa: 80)
Apakah pantas kita mengaku mencintai beliau, tetapi melanggar larangannya? Bagaimana mungkin kita mencintai Rasulullah ﷺ, tetapi tidak mengikuti sunnahnya? Cinta yang tulus akan mendorong kita untuk menjadi yang terdepan dalam menjaga ajaran beliau, menghidupkan sunnah, dan menjauhi bid’ah. Jika seseorang tetap teguh dalam pendiriannya dalam menjalankan perkara-perkara yang tidak pernah diajarkan dan dicontohkan oleh nabi Muhammad ﷺ beserta para sahabatnya (walaupun dengan niat baik) maka secara terang-terangan menuduh islam bukan agama yang sempurna padahal sudah jelas sempurna melalui nabi Muhammad ﷺ. Apa yang menurut kita baik belum tentu dinilai baik oleh Allah dan Rasul-Nya, maka dengan mengikuti ajaran-ajaran Rasulullah ﷺ adalah pilihan yang paling benar.
Islam adalah agama yang sempurna. Tidak ada satu pun perkara yang perlu ditambah atau dikurangi. Allah berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu.” (QS. Al-Maidah: 3)
Ketika agama ini sudah sempurna, maka tidak dibutuhkan inovasi baru dalam bentuk ibadah atau ritual tertentu. Membuat perayaan baru seperti maulid bukanlah bentuk cinta kepada Rasulullah ﷺ, melainkan pelanggaran terhadap ajarannya. Rasulullah ﷺ tidak pernah memerintahkan atau mencontohkan perayaan seperti itu.
Bukti cinta sejati kepada Rasulullah ﷺ adalah mengikuti semua ajarannya, menjunjung tinggi larangannya, dan tidak membuat-buat sesuatu yang tidak beliau perintahkan. Sebaliknya, melanggar larangan beliau menunjukkan kurangnya cinta.
Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barang siapa yang membuat perkara baru dalam urusan agama kami, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka, janganlah kita mencampuradukkan ajaran beliau yang murni dengan tradisi atau kebiasaan yang tidak beliau ajarkan.
Dengan demikian, mari kita jadikan cinta kepada Rasulullah ﷺ sebagai panduan hidup. Letakkan cinta kepada beliau di atas cinta kepada siapa pun, dan wujudkan cinta itu dengan mengikuti sunnahnya. Tinggalkan perkara yang bertentangan dengan ajaran beliau, sekalipun itu berasal dari orang-orang terdekat kita.
Semoga Allah menjadikan kita termasuk golongan yang benar-benar mencintai Rasulullah ﷺ, yang kelak dikumpulkan bersama beliau di surga-Nya. Aamiin.
Toko grosir kitab online - kitab tashrif - fikar store