My Blog

  • 05-12-2023

Wahai Penuntut Ilmu, Jauhkan Diri dari Penyakit Futur

Futur, yaitu rasa enggan atau malas dalam menuntut ilmu maupun berbuat amal shalih sebagaimana sebelumnya dilakukan dengan penuh semangat, rajin dan sungguh-sungguh. Sifat ini adalah sifat yang tidak boleh ada pada penuntut ilmu. Futur ini merupakan salah satu penyakit berbahaya yang menjangkit penuntut sebagian penuntut ilmu, para da’i dan para ahli ibadah. Sifat ini sangat berbahaya hingga menyebabkan seseorang meninggalkan keutamaan-keutamaan dari amal shalih yang ia kerjakan dari rasa lemah dan malas, bahkan berhenti, tidak melakukan suatu amal shalih. 

Futur merupakan suatu keadaan yang membuat seseorang menjadi malas, enggan, dan lamban dalam melakukan kebaikan, yang sebelumnya ia lakukan dengan rajin dan semangat. Ada tiga jenis orang yang mengalami futur, yaitu  orang yang berhenti sepenuhnya dari kegiatan menuntut ilmu maupun ibadah amal shalih karena futur, dan jumlah orang seperti ini sangat banyak, orang yang masih melanjutkan aktivitas menuntut ilmu atau beribadah, tetapi dengan rasa malas dan hilang semangat, dan orang seperti ini jumlahnya lebih banyak lagi, dan orang yang berhasil bangkit dari futur dan kembali ke semangat awalnya, dan jumlah dari orang seperti ini sangatlah sedikit. 

Futur ini memiliki banyak sebab yang beragam, dan sangat sulit untuk kita agar lolos dari semua sebab-sebab tersebut. Sebagian sebab futur bersifat umum, yang dapat menimpa siapa saja, dan sebagian lagi bersifat khusus, yang hanya menimpa orang-orang tertentu. Berdasarkan buku berjudul Al-Futur Madhzoohiruhu wa Asbaabuhu wal 'Ilaaj, yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullah, seorang ulama besar yang sudah senior dari Arab Saudi saat ini yang sering kali kita jadikan rujukan dari penjelasannya, beberapa sebab futur adalah:

  • Hilangnya keikhlasan, yaitu ketika seseorang tidak lagi mengharapkan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam menuntut ilmu atau beribadah, tetapi mengharapkan pujian, kedudukan, atau hal-hal lain yang bersifat duniawi.
  • Lemahnya ilmu syar’i, yaitu ketika seseorang tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang agama, sehingga ia mudah terpengaruh oleh syubuhat (keraguan) atau syahwat (hawa nafsu) yang dapat mengurangi semangatnya.
  • Ketergantungan hati kepada dunia dan melupakan kehidupan akhirat yang lebih penting, yaitu ketika seseorang terlalu asyik dengan kesenangan, harta, atau kekuasaan dunia, sehingga ia lalai dari kewajiban-kewajiban agamanya dan tidak mempersiapkan bekal untuk akhirat.
  • Fitnah (cobaan) berupa isteri dan anak, yaitu ketika seseorang terlalu sayang atau takut kepada isteri dan anaknya, sehingga ia mengorbankan hak-hak Allah Subhanahu wa Ta’ala atau hak-hak orang lain demi kepentingan keluarganya, atau sebaliknya, ketika seseorang terlalu benci atau marah kepada isteri dan anaknya, sehingga ia tidak bisa menjaga hak-hak mereka dan tidak bisa berbuat baik kepada mereka.
  • Hidup di tengah masyarakat yang rusak, yaitu ketika seseorang berada di lingkungan yang tidak mendukung aktivitas kebaikan, tetapi justru penuh dengan kemaksiatan, kezaliman, atau kebodohan, sehingga ia terpengaruh oleh perilaku buruk masyarakat tersebut, atau merasa putus asa dan tidak berdaya untuk mengubahnya.
  • Berteman dengan orang-orang yang memiliki keinginan yang lemah dalam menuntut ilmu/beribadah, dan cita-citanya hanya untuk urusan duniawi saja, yaitu ketika seseorang bergaul dengan orang-orang yang tidak memiliki motivasi atau tujuan yang tinggi dalam meraih kebaikan, tetapi hanya mengejar kesenangan, harta, atau kekuasaan dunia, sehingga ia terbawa oleh gaya hidup mereka yang jauh dari agama.
  • Sering melakukan dosa dan maksiat, serta memakan harta yang tidak halal atau yang syubuhat, yaitu ketika seseorang melanggar perintah atau larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala, baik secara sengaja maupun tidak, sehingga ia mendapatkan murka dan siksa dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, atau ketika seseorang memakan harta yang haram, seperti riba, korupsi, atau mencuri, atau yang syubuhat, seperti yang tidak jelas asal-usulnya, sehingga ia mendapatkan penyakit hati dan badan yang dapat menghalangi semangatnya.
  • Tidak mempunyai tujuan yang jelas (yakni tujuan yang baik ketika dia menuntut ilmu, ketika beramal/beribadah, maupun ketika berdakwah), yaitu ketika seseorang tidak memiliki visi atau misi yang jelas dalam hidupnya, sehingga ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan, atau apa yang ingin ia capai, atau bagaimana cara ia mencapainya, sehingga ia menjadi bingung, ragu, atau tidak fokus dalam aktivitasnya.
  • Lemahnya keimanan, yaitu ketika seseorang tidak memiliki keyakinan yang kuat terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala, rasul-Nya, kitab-Nya, hari akhir, dan hal-hal ghaib lainnya, sehingga ia tidak merasakan kehadiran Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam hidupnya, atau tidak takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, atau tidak berharap kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, atau tidak bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sehingga ia menjadi lemah, putus asa, atau sombong dalam aktivitasnya.
  • Menyendiri, yakni tidak mau berjama’ah atau berta’awun dengan sesama ikhwah/saudara sesama muslim, dalam mengurus suatu perkara yang mengandung kemaslahatan umat, yaitu ketika seseorang tidak mau bergabung dengan kelompok atau organisasi yang bergerak di bidang kebaikan, seperti ilmu, ibadah, dakwah, sosial, atau lainnya, sehingga ia tidak mendapatkan manfaat, bantuan, atau dorongan dari saudara-saudaranya, atau sebaliknya, ketika seseorang tidak mau membantu, mendukung, atau memberi masukan kepada kelompok atau organisasi tersebut, sehingga ia tidak memberikan kontribusi, kerjasama, atau solusi bagi umat.
  • Lemahnya Tashfiyyah (penyucian diri dari berbagai kotorannya), dan Tarbiyyah (pendidikan dirinya), yaitu ketika seseorang tidak mau membersihkan dirinya dari sifat-sifat buruk, seperti sombong, iri, dengki, riya, ujub, hasad, atau lainnya, yang dapat mengotori hatinya dan mengurangi semangatnya, atau ketika seseorang tidak mau mendidik dirinya dengan sifat-sifat baik, seperti sabar, tawakkal, ikhlas, zuhud, syukur, atau lainnya, yang dapat menyucikan hatinya dan meningkatkan semangatnya.

Itulah beberapa sebab futur yang dapat kita ketahui dan waspadai. Tentu masih ada banyak sebab lain yang tidak disebutkan di sini. Untuk lebih lengkapnya, Anda dapat membaca buku berjudul Al-Futur Madhzoohiruhu wa Asbaabuhu wal 'Ilaaj, yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin rahimahullah yang sebelumnya telah disebutkan diatas. 

Beberapa cara untuk mengobati futur adalah dengan memperbaharui keimanan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah kita harus menyadari bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu mengawasi, melihat dan mendengar apa yang kita lakukan, dan kita harus banyak berdzikir dan berdoa kepada-Nya dengan harus meluruskan dan mengikhlaskan niat amal shalih kita hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam segala aktivitas kita, dan kita harus bertakwa kepada-Nya dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Kita harus membersihkan hati kita dari segala yang dapat mengotorinya, seperti syirik, bid’ah, dan maksiat. Kita harus menuntut ilmu yang bermanfaat, dan menghadiri majelis-majelis ilmu yang dapat menambah wawasan dan semangat kita. Kita harus mengatur waktu kita dengan baik, dan mengintrospeksi diri kita secara rutin. Kita harus mencari teman-teman yang baik, yang dapat membantu, menasehati, dan memotivasi kita. Kita harus memperbanyak mengingat kematian, dan takut akan akhir kehidupan yang jelek. Kita harus sabar menghadapi segala cobaan dan rintangan, dan belajar untuk sabar dari orang-orang yang sabar. Kita harus berdo’a dan memohon pertolongan Allah Subhanahu wa Ta’ala, agar Dia memberi kita kekuatan, hidayah, dan taufiq-Nya.

Demikian seorang penuntut ilmu tidak boleh bosan dan mewaspadai sifat bosan tersebut kemudian tidak boleh berputus asa dalam menghadapi sulitnya menuntut ilmu. Bosan adalah suatu penyakit yang dapat menghancurkan cita-cita seseorang. Semakin besar sifat bosan yang ada pada diri seseorang, semakin kecil ilmu yang ia dapatkan. Janganlah menyerah kepada rasa bosan, wahai saudaraku. Janganlah mengatakan, baik dengan perbuatan maupun dengan ucapan, bahwa Anda telah menghadiri banyak majelis ilmu, tetapi tidak mendapatkan manfaat yang banyak. Ketahuilah, bahwa hanya dengan hadir di majelis ilmu, Anda sudah mendapatkan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala

Itulah beberapa obat futur yang dapat kita lakukan. Tentu masih ada banyak obat lain yang tidak disebutkan di sini. Untuk lebih lengkapnya, Anda dapat membaca artikel berjudul “Penuntut Ilmu Tidak Boleh Futur, Putus Asa, dan Bosan dalam Menuntut Ilmu” yang ditulis oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary hafizhahullah, seorang da’i dan penulis dari Indonesia.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa memberikan hidayah dan taufiq-Nya kepada kita semua, agar tetap bisa menjaga semangat dalam menuntut ilmu-ilmu agama, semoga kita dijauhkan dari sifat futur, dan semangat pula dalam beristiqomah di atas kebaikan dan, hingga akhir hayat kita nanti. Aamiin.

admin
Admin