My Blog

  • 11-12-2024

Tujuan Belajar Agama Sebenarnya

Kitab tashrif -  Sesungguhnya tujuan utama dari belajar agama bukanlah untuk merasa lebih baik daripada orang lain, bukan untuk membanggakan ilmu yang dimiliki, dan bukan pula untuk merendahkan sesama manusia. Sebaliknya, ilmu agama seharusnya membentuk pribadi yang penuh kelembutan, kasih sayang, dan rendah hati. Jika hati menjadi keras dan lisan penuh celaan setelah belajar agama, maka ada sesuatu yang keliru dengan cara belajar atau niat kita. 

Belajar agama seharusnya menjadikan kita lebih lembut hati dan peduli kepada sesama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah teladan dalam hal ini. Beliau penuh kasih sayang, meskipun menjadi manusia yang paling berilmu dan paling dekat dengan Allah. Beliau bersabda: 

خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ 

"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia." 
(HR. Ahmad, Shahihul Jami’ no. 3289) 

Ilmu agama yang benar seharusnya membuat kita fokus pada bagaimana kita dapat memberikan manfaat dan kebaikan kepada orang lain. Ukuran kesuksesan dalam belajar agama bukanlah seberapa banyak ilmu yang kita miliki, melainkan seberapa besar manfaat yang kita tebarkan. Maka dari itu jangan sampai kita menjadi sombong hanya karena ilmu yang kita miliki. 

Kesombongan adalah penyakit hati yang dapat menghancurkan amal dan menjauhkan kita dari rahmat Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan kita dengan tegas tentang bahaya kesombongan: 

ﻻَ ﻳَﺪْﺧُﻞُ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ ﻣَﻦْ ﻛَﺎﻥَ ﻓِﻰ ﻗَﻠْﺒِﻪِ ﻣِﺜْﻘَﺎﻝُ ﺫَﺭَّﺓٍ ﻣِﻦْ ﻛِﺒْﺮ 

"Tidak masuk surga orang yang dalam hatinya ada kesombongan seberat zarrah (biji sawi)." 
(HR. Muslim) 

Kisah Iblis adalah pengingat bagi kita semua. Iblis diusir dan dilaknat karena kesombongan dan merasa lebih baik daripada manusia. Jika kita merasa sombong setelah belajar agama, apakah kita tidak takut mengikuti jejak langkah Iblis? Padahal kita belum tentu masuk surga. 

Jika setelah belajar agama, kita justru semakin mudah mencela, menyindir, dan fokus pada fitnah atau bantahan, maka itu adalah tanda ilmu yang tidak berkah. Ilmu agama yang tidak membawa kebaikan bagi hati dan perilaku kita adalah ilmu yang sia-sia. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan: 

"Menyia-nyiakan waktu lebih berbahaya dari kematian, karena menyia-nyiakan waktu akan memutuskanmu dari Allah dan negeri akhirat, sedangkan kematian hanya memutuskan dirimu dari dunia dan penduduknya." 

Ilmu yang tidak diamalkan untuk kebaikan akan menjadi bumerang bagi diri sendiri. Jangan sampai ilmu yang seharusnya mendekatkan kita kepada Allah malah menjauhkan kita dari-Nya karena kesombongan. 

Mari kita renungkan tujuan kita belajar agama. Jangan berhenti pada tumpukan teori atau perdebatan yang tidak bermanfaat. Sebaliknya, jadilah pribadi yang menebar kebaikan dan manfaat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sosok yang selalu membawa kebaikan bagi umatnya. Beliau mengajarkan bahwa orang terbaik adalah yang paling banyak memberi manfaat. 

Berusahalah untuk: 

  • Menebar Kasih Sayang 

Bersikap lembut dan penuh empati kepada orang lain, baik dalam perkataan maupun perbuatan. 

  • Rendah Hati 

Jangan merasa lebih baik daripada orang lain. Ingat, ilmu adalah amanah dari Allah yang harus dijaga dengan keikhlasan. 

  • Menolong Sesama 

Manfaatkan ilmu untuk membantu dan memperbaiki kehidupan orang lain. 

  • Bersikap Adil 

Hindari celaan dan sindiran yang tidak perlu. Berikan nasihat dengan hikmah dan kelembutan. 

Tujuan belajar agama adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah dan menjadi pribadi yang lebih baik. Jangan biarkan ilmu agama menjadikan kita sombong atau keras hati. Fokuslah untuk menebar manfaat dan kebaikan di muka bumi. Karena pada akhirnya, ukuran sejati keberhasilan adalah seberapa besar manfaat yang kita berikan kepada sesama. 

Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba yang rendah hati, penuh kasih sayang, dan selalu membawa kebaikan 

Toko grosir kitab online - kitab tashrif - fikar store   

admin
Admin