Nahwu Wadhih – Islam adalah agama yang mengajarkan kepada umatnya untuk mencari ilmu dan beramal sesuai dengan ajaran Al-Quran dan Sunnah. Namun, dalam mencari ilmu, kita harus berhati-hati agar tidak terjebak dalam debat yang tidak bermanfaat dan tidak berdasar ilmu. Debat semacam ini bisa menimbulkan fitnah, permusuhan, kesombongan, dan kerusakan di antara kaum muslimin. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَبْغَضُ الرِّجَالِ إِلَى اللَّهِ الأَلَدُّ الْخَصِمُ
"Orang yang paling dibenci oleh Allah adalah orang yang paling keras debatnya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Rasulullah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda dalam sebuah hadis:
من ترك المراء وهو محق بنى الله له بيتا في ربض الجنة
“Barangsiapa meninggalkan debat padahal dia benar, maka Allah akan membangunkan untuknya sebuah rumah di pinggir surga.” (HR. Abu Dawud no. 4800)
Hadis diatas menunjukkan bahwa meninggalkan debat adalah salah satu sifat orang-orang yang beriman dan bertaqwa. Mereka tidak ingin membuang-buang waktu dan tenaga untuk hal-hal yang tidak bermanfaat dan tidak mendatangkan kebaikan. Mereka lebih memilih untuk diam atau mengucapkan kata-kata yang baik daripada terlibat dalam debat yang bisa merusak persaudaraan dan ukhuwah. Dan mengalah dari debat yang tidak berdasar ilmu dan tidak bermanfaat adalah salah satu cara untuk mendapatkan pahala dan ridha Allah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَهُوَ مُبْطِلٌ بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ مَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَهُوَ مُحِقٌّ بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ
"Barangsiapa yang meninggalkan perdebatan sementara ia berada di atas kebatilan, maka Allah akan bangunkan sebuah rumah baginya di pinggiran surga. Dan barangsiapa yang meninggalkan perdebatan padahal dia berada di atas kebenaran, maka Allah akan membangun sebuah rumah baginya di atas surga." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Salah satu contoh debat yang tidak bermanfaat dan tidak berdasar ilmu adalah debat tentang masalah-masalah khilafiyah, yaitu masalah-masalah yang memiliki perbedaan pendapat di antara para ulama. Debat semacam ini bisa menimbulkan perpecahan dan fanatisme golongan di antara umat Islam. Padahal, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara.” (QS. Ali Imran: 103)
Oleh karena itu, kita harus menghormati perbedaan pendapat di antara para ulama yang berdasarkan dalil-dalil yang shahih dan tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam. Kita harus mengikuti pendapat yang paling kuat dan paling sesuai dengan dalil, tanpa menghina atau mencela pendapat yang lain. Kita harus bersikap adil dan objektif dalam menilai suatu pendapat, tanpa dipengaruhi oleh hawa nafsu atau emosi.
Selain itu, kita juga harus menghindari debat yang bersifat polemik dan provokatif, yaitu debat yang bertujuan untuk menyerang atau menjatuhkan lawan bicara. Debat semacam ini biasanya dilakukan oleh orang-orang yang tidak memiliki ilmu yang cukup atau memiliki agenda tersembunyi. Debat ini juga sering melibatkan fitnah, dusta, tuduhan, dan hujatan yang bisa merusak kehormatan dan martabat seseorang.
Rasulullah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda dalam sebuah hadis:
إن العبد ليتكلم بالكلمة من رضوان الله تعالى يحط بها درجة ولا يلقي لها بالا وإن العبد ليتكلم بالكلمة من سخط الله تعالى يهوي بها في جهنم سبعين خريفا
“Sesungguhnya seorang hamba bisa mengucapkan sebuah perkataan yang diridhai oleh Allah Ta’ala, lalu ia dinaikkan derajatnya karena perkataan itu, padahal ia tidak memperhatikannya. Dan sesungguhnya seorang hamba bisa mengucapkan sebuah perkataan yang dimurkai oleh Allah Ta’ala, lalu ia dicampakkan ke dalam neraka selama tujuh puluh musim panas karena perkataan itu, padahal ia tidak memperhatikannya.” (HR. Bukhari no. 6478)
Dari hadis ini, kita dapat menyadari betapa besar pengaruh perkataan kita terhadap nasib kita di akhirat. Oleh karena itu, kita harus menjaga lisan kita dari perkataan-perkataan yang tidak bermanfaat dan tidak berdasar ilmu. Kita harus mengucapkan perkataan-perkataan yang baik dan benar, yang bisa mendekatkan kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menyebarkan kebaikan di antara manusia.
Demikian maka jauhilah debat yang tidak bermanfaat dan tidak berdasar ilmu. Kita harus belajar ilmu dari para ulama yang ahli dan bertakwa, dan mengamalkannya dengan ikhlas dan istiqamah. Kita harus saling menasihati dengan cara yang baik dan bijaksana, tanpa merendahkan atau mencela orang lain. Kita harus bersikap rendah hati dan mau mengakui kesalahan jika kita salah, serta mau menerima nasihat jika kita ditegur. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kita hidayah dan taufik untuk mengikuti ajaran Islam dengan sebaik-baiknya. Amin. kitab Nahwu Wadhih – Fikar Store