Di zaman yang serba modern dan canggih ini, banyak orang yang terlena dengan kemajuan dan keberhasilan yang mereka capai. Mereka merasa bangga dan puas dengan apa yang mereka miliki, baik itu harta, jabatan, ilmu, atau kekuasaan. Mereka lupa bahwa semua itu adalah karunia dan pinjaman dari Allah Ta’ala, yang sewaktu-waktu bisa diambil kembali. Mereka lupa bahwa mereka adalah hamba Allah Ta’ala yang lemah dan fakir, yang tidak berhak untuk sombong dan angkuh.
Padahal, sebagai umat Islam, kita seharusnya memiliki sifat tawadhu, yaitu sikap rendah hati dan tidak sombong. Tawadhu adalah sifat yang amat mulia, namun mungkin terlupakan oleh sebagian besar orang. Tawadhu adalah sifat yang dicintai oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam, dan menjadi ciri khas dari para nabi, rasul, dan orang-orang shalih. Tawadhu adalah sifat yang membawa kita kepada kemuliaan di dunia dan akhirat.
Secara bahasa, tawadhu berasal dari kata tawadha’a yang artinya merendahkan diri atau menundukkan diri. Sedangkan secara istilah, tawadhu adalah sikap tunduk dan patuh kepada otoritas kebenaran, serta bersedia menerima kebenaran itu dari siapa pun yang mengatakannya, baik dari orang yang lebih tinggi maupun lebih rendah kedudukan atau derajatnya. Tawadhu juga merendahkan diri dan santun terhadap manusia, dan tidak melihat diri memiliki nilai lebih dibandingkan hamba Allah (manusia) yang lain. Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda:
وَإِنَّ اللَّهَ أَوْحَى إِلَىَّ أَنْ تَوَاضَعُوا حَتَّى لاَ يَفْخَرَ أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ وَلاَ يَبْغِى أَحَدٌ عَلَى أَحَدٍ
“Dan sesungguhnya Allah mewahyukan padaku untuk memiliki sifat tawadhu’. Janganlah seseorang menyombongkan diri (berbangga diri) dan melampaui batas pada yang lain.” [HR. Muslim no. 2865]
Referensi : https://almanhaj.or.id/10998-menggapai-kemuliaan-dengan-tawadhu.
Tawadhu bukan berarti melecehkan diri sendiri atau meremehkan potensi yang dimiliki. Tawadhu juga bukan berarti tidak percaya diri atau tidak berani mengungkapkan pendapat. Tawadhu adalah sikap pertengahan antara sombong dan hina. Sombong berarti mengangkat diri terlalu tinggi hingga lebih dari yang semestinya. Hina berarti menempatkan diri terlalu rendah sehingga sampai pada pelecehan hak.
Tawadhu adalah lawan dari takabur, yaitu sikap angkuh dan merasa lebih baik dari orang lain. Takabur adalah sifat yang pertama kali dimiliki oleh iblis, yang menolak untuk bersujud kepada Adam 'alaihis salam karena merasa lebih mulia darinya. Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا تَمْشِ فِى الْاَرْضِ مَرَحًاۚ اِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْاَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُوْلًا
“Janganlah engkau berjalan di bumi ini dengan sombong karena sesungguhnya engkau tidak akan dapat menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang setinggi gunung”. (QS. Al-Isra’: 37)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِى قَلْبِهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ. قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُونَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً. قَالَ : إِنَّ اللَّهَ جَمِيلٌ يُحِبُّ الْجَمَالَ الْكِبْرُ بَطَرُ الْحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ.
Dari Abdullah bin Mas’ûd, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang ada kesombongan seberat biji sawi di dalam hatinya.” Seorang laki-laki bertanya, “Sesungguhnya semua orang senang bajunya bagus, sandalnya bagus, (apakah itu kesombongan?”) Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Sesungguhnya Allâh Maha Indah dan menyintai keindahan. Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia”. [HR. Muslim, no. 2749]
Referensi : https://almanhaj.or.id/5557-kesombongan-penghalang-masuk-sorga.html
Tawadhu adalah sikap yang sesuai dengan fitrah manusia sebagai hamba Allah Ta’ala yang lemah dan fakir, yang tidak berhak untuk sombong atau angkuh. Tawadhu adalah sikap yang menunjukkan kesadaran akan kebesaran Allah Ta’ala dan kehinaan diri sendiri di hadapan-Nya. Tawadhu adalah sikap yang mencerminkan rasa syukur atas nikmat-nikmat Allah Ta’ala dan rasa hormat terhadap ciptaan-Nya.
Orang yang tawadhu sudah pasti dapat bersabar. Tawadhu adalah sikap rendah hati dan tidak sombong, sedangkan sabar adalah sikap tahan uji dan tidak mengeluh. Kedua sifat ini sangat dianjurkan dalam Islam, karena merupakan akhlak mulia yang dicintai oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wa sallam.
Orang yang tawadhu akan mudah bersabar, karena dia menyadari bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya adalah takdir dan ujian dari Allah Ta’ala. Dia tidak akan merasa bangga atau puas dengan nikmat yang dia miliki, tetapi selalu bersyukur dan berbagi dengan orang lain. Dia juga tidak akan merasa iri atau dengki terhadap orang lain yang memiliki kebaikan atau kelebihan yang tidak dia miliki, tetapi selalu menghormati dan menghargai mereka.
Orang yang sabar juga akan mudah tawadhu, karena dia mengetahui bahwa segala sesuatu yang dia lakukan adalah karena taufik dan karunia dari Allah Ta’ala. Dia tidak akan merasa berhak atau berkuasa atas apa yang dia kerjakan, tetapi selalu mengikhlaskan niat dan mengharapkan ridha dari Allah Ta’ala. Dia juga tidak akan merasa lelah atau putus asa dengan cobaan atau rintangan yang menghadangnya, tetapi selalu berusaha dan bertawakal. Kita juga mengingatkan dalam sebuah hadist tentang keutamaan orang yang mempertahankan kesabarannya hingga akhir hayatnya:
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ، قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ : ❲ مَا يَزَالُ الْبَلَاءُ بِالْمُؤْمِنِ وَالْمُؤْمِنَةِ فِي نَفْسِهِ وَوَلَدِهِ وَمَالِهِ ؛ حَتَّى يَلْقَى اللهَ تَعَالَى وَمَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ ❳ . رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ، وَقَالَ : (حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ)
Dari Abu Hurairah, semoga Allah meridhainya, ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, 'Orang mukmin yang laki-laki maupun yang perempuan senantiasa mendapatkan cobaan, baik pada dirinya, anaknya, maupun hartanya, hingga ia menghadap Allah Ta’ala tanpa membawa dosa apa pun'." (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi, dan dia mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)
Bila disimpulkan, tawadhu dan sabar adalah dua sifat yang saling mendukung dan memperkuat satu sama lain. Orang yang memiliki kedua sifat ini akan mendapatkan kemuliaan di dunia dan akhirat, serta menjadi teladan bagi orang lain. Sebaliknya, orang yang tidak memiliki kedua sifat ini akan mendapatkan kehinaan dan kesengsaraan, serta menjadi bencana bagi orang lain. Semoga kita termasuk orang-orang yang memiliki sifat tawadhu dan bisa mengamalkannya dengan istiqomah. Aamiin.