Al-arabiyah linnasyiin - Dalam kehidupan ini, kita sering kali dihadapkan pada berbagai situasi yang menantang. Ada kalanya kita berada dalam keadaan selamat dan nyaman, namun tidak jarang pula kita menghadapi musibah yang menguji ketabahan kita. Hasan Al-Bashri rahimahullah mengungkapkan pandangan yang mendalam tentang bagaimana musibah dapat mengungkap sifat asli seseorang.
Menurut Hasan Al-Bashri rahimahullah, kebaikan seseorang dapat dengan mudah dikenali ketika mereka berada dalam kondisi yang baik. Namun, ketika dihadapkan pada bencana atau musibah, sifat asli mereka akan terungkap. Ini adalah momen ketika keimanan seseorang benar-benar diuji. Orang yang beriman akan menunjukkan keimanannya melalui kesabaran, keteguhan, dan kebaikan hati, bahkan di tengah kesulitan. Di sisi lain, orang yang munafik akan menunjukkan kemunafikannya, mungkin melalui tindakan egois, sikap yang tidak peduli terhadap orang lain atau bahkan melampiaskan rasa frustasi amarahnya kepada orang lain karena musibah yang menimpanya.
Musibah sering kali datang tanpa peringatan, memaksa kita untuk menghadapi realitas hidup yang keras. Ini adalah saat-saat yang menuntut kita untuk mengambil tindakan, membuat keputusan, dan menunjukkan karakter kita yang sebenarnya. Apakah kita akan membantu orang lain yang terkena dampak bencana, atau apakah kita akan hanya memikirkan diri sendiri? Apakah kita akan tetap teguh pada nilai-nilai dan prinsip kita, yaitu diatas keimanan dan ketaqwaan, atau apakah kita akan mengesampingkannya demi keuntungan pribadi, meninggalkan kewajiban-kewajiban sebagai seorang muslim hingga melanggar hukum-hukum Allah subahanahu wa ta’ala?
Hasan Al-Bashri rahimahullah mengajarkan pada kita bahwasanya keimanan bukan hanya tentang apa yang kita katakan, tetapi juga tentang apa yang kita lakukan, terutama ketika diuji oleh keadaan yang sulit. Keimanan yang sejati terlihat dalam tindakan nyata, dalam cara kita merespons tantangan, dan dalam kemampuan kita untuk tetap berpegang pada prinsip kebenaran dan keadilan, bahkan ketika dihadapkan pada ujian yang paling berat sekalipun.
Karena orang yang beriman akan sabar jika terlanda musibah. Dan kesabaran yang sesungguhnya adalah ketika seseorang mampu bersabar sejak awal ketika mendapati dirinya mulai terkena musibah, jadi ia bersabar sejak awal terkena musibah. Dan kesabaran yang tidak sempurna ketika seseorang mendapati dirinya terkena musibah, ia marah dan tidak ridha dengan apa yang Allah tetapkan kemudian mungkin karena ia tersadar atau dinasihati orang lain lalu ia sabar, jadi ia bersabar ketika dalam pertengahan musibah, inilah bukan sabar yang sebenarnya. Coba kita renungkan kisah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam melewati seorang wanita yang menangis di pinggir kuburan, Dari Anas bin Malik, beliau bercerita,
مَرَّ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – بِامْرَأَةٍ تَبْكِى عِنْدَ قَبْرٍ فَقَالَ « اتَّقِى اللَّهَ وَاصْبِرِى » . قَالَتْ إِلَيْكَ عَنِّى ، فَإِنَّكَ لَمْ تُصَبْ بِمُصِيبَتِى ، وَلَمْ تَعْرِفْهُ . فَقِيلَ لَهَا إِنَّهُ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – . فَأَتَتْ بَابَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَلَمْ تَجِدْ عِنْدَهُ بَوَّابِينَ فَقَالَتْ لَمْ أَعْرِفْكَ . فَقَالَ « إِنَّمَا الصَّبْرُ عِنْدَ الصَّدْمَةِ الأُولَى »
”Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati seorang wanita yang sedang menangis di sisi kuburan. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,”Bertakwalah pada Allah dan bersabarlah.” Kemudian wanita itu berkata,”Menjauhlah dariku. Sesungguhnya engkau belum pernah merasakan musibahku dan belum mengetahuinya.” Kemudian ada yang mengatakan pada wanita itu bahwa orang yang berkata tadi adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian wanita tersebut mendatangi pintu (rumah) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian dia tidak mendapati seorang yang menghalangi dia masuk pada rumah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian wanita ini berkata,”Aku belum mengenalmu.” Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Sesungguhnya namanya sabar adalah ketika di awal musibah.” (HR. Bukhari, no. 1283)
Musibah dapat menjadi cermin yang menunjukkan sifat asli seseorang, dan sering kali, itu adalah saat-saat inilah yang mendefinisikan kita sebagai individu. Oleh karena itu, seorang yang beriman dan teguh di atas agama dan kebenaran ia akan sabar sejak awal ketika menghadapi musibah. Dan sedangkan orang munafik akan nampak sifat-sifat kemunafikannya ketika ia terkena musibah, musibah terebutlah yang menjadikan tampak sifat aslinya di hadapan orang lain.
Dalam mengarungi bahtera kehidupan yang penuh dengan gelombang ujian dan cobaan, marilah kita memohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar diberikan taufik dan hidayah untuk selalu menerima dengan lapang dada segala takdir-Nya, meskipun terkadang terasa pahit. Kita berdoa kepada-Nya agar diberikan kekuatan untuk bersabar di awal musibah, seberat apapun itu. Karena dengan keyakinan yang mantap pada Allah azza wa jalla dan pemahaman bahwa di balik setiap musibah terdapat hikmah yang besar, kita akan dapat menemukan ketenangan dan kekuatan untuk tetap bersabar. Semoga kita semua dapat menjadi insan yang lebih baik, yang tidak hanya sabar dalam menghadapi musibah, tetapi juga bijaksana dalam mengambil pelajaran darinya.
Kitab Bahasa Arab - Arabiyah linnasyiin – Fikar store