Al-arabiyah linnasyiin - Bismillah. Pagi ini, mari kita merenungkan sebuah kisah yang mengingatkan kita akan realitas kehidupan yang sering terlupakan, yaitu kematian. Kisah ini berasal dari Al Hasan Al Bashri, salah seorang tokoh ulama masyhur yang menjadi rujukan, saat ia menjenguk seorang teman yang sedang sakit parah. (Az-Zuhd hal. 257)
Temannya mengungkapkan keluh kesahnya, bahwa dia ingin makan tapi tak mampu menelan. Dan ingin minum tapi tak mampu menelannya juga Ini adalah gambaran nyata dari betapa rapuhnya kondisi manusia ketika sakit. Kita yang biasanya merasa kuat dan mandiri, tiba-tiba menjadi lemah dan tergantung pada orang lain bahkan untuk kebutuhan dasar seperti makan dan minum.
Al Hasan, tergerak oleh penderitaan temannya, menangis dan berkata, “Dunia ini memang dibangun di atas kesakitan dan penyakit… Kalaupun kamu selamat dan sehat dari penyakit, akankah kamu selamat dari kematian?” Kata-katanya menggugah hati dan menyadarkan orang-orang yang mendengarnya bahwa kematian adalah takdir yang tidak bisa dihindari.
Kematian merupakan Pengingat yang Abadi,
Kisah ini mengajarkan kita bahwa kematian bukanlah sesuatu yang harus ditakuti, tetapi sebagai pengingat untuk hidup dengan lebih bermakna. Setiap detik yang berlalu adalah kesempatan untuk berbuat baik, untuk mengumpulkan amal yang akan kita bawa kembali kepada Allah. Allah Azza wa jalla berfirman,
كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ ٱلْمَوْتِ
“Setiap jiwa pasti merasakan kematian” (QS. Ali ‘Imran: 185).
قُلْ إِنَّ ٱلْمَوْتَ ٱلَّذِى تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُۥ مُلَٰقِيكُمْ ۖ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ
“Katakanlah; Sesungguhnya kematian yang kalian senantiasa berusaha lari darinya, dia pasti menemui kalian. Kemudian kalian akan dikembalikan kepada Dzat yang mengetahui perkara gaib dan perkara yang tampak, lalu Allah akan memberitakan kepada kalian apa-apa yang kalian kerjakan” (QS. Al-Jumu’ah: 8).
Janganlah kita merasa tenang dari kematian, karena semua makhluk pasti akan menghadapinya. Pertanyaan yang harus kita tanyakan pada diri sendiri setiap hari bukanlah seberapa banyak harta yang telah kita kumpulkan, tetapi “dimanakah amal kita?” Amal yang akan menjadi bekal kita di akhirat kelak.
Bahwasanya Allah Azza wa Jalla berfirman,
وَتَزَوَّدُوا۟ فَإِنَّ خَيْرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقْوَىٰ ۚ وَٱتَّقُونِ يَٰٓأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ
“Berbekallah kalian, sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kalian kepada-Ku, wahai orang-orang yang berakal” (QS. Al-Baqarah: 198).
Dan kita renungkan apa yang Nabi shalallahu alaihi wa sallam ajarkan kepada kita,
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ : كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ قَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ : « أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا ». قَالَ فَأَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ : « أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ ».
Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu seorang Anshor mendatangi beliau, ia memberi salam dan bertanya, “Wahai Rasulullah, mukmin manakah yang paling baik?” Beliau bersabda, “Yang paling baik akhlaknya.” “Lalu mukmin manakah yang paling cerdas?”, ia kembali bertanya. Beliau bersabda, “Yang paling banyak mengingat kematian dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah mereka yang paling cerdas.” (HR. Ibnu Majah no. 4259, dihasankan oleh Syaikh Al Albani).
Semoga renungan ini menjadi pengingat bagi kita untuk selalu berusaha melakukan yang terbaik dalam setiap kesempatan yang diberikan Allah. Mari kita isi hari-hari kita dengan amal yang bermanfaat, agar ketika saatnya tiba, kita dapat kembali kepada-Nya dengan hati yang tenang dan penuh harapan.
Kitab Bahasa Arab - Arabiyah linnasyiin – Fikar store