Nahwu Wadhih - Ilmu adalah cahaya yang menerangi jalan menuju Allah ta’ala. Namun, semakin tinggi ilmu seseorang, semestinya semakin besar pula rasa takutnya kepada Allah. Sebab, dengan ilmu, seseorang akan lebih mengenal Rabb-nya, memahami keagungan-Nya, dan menyadari kelemahan dirinya. Rasa takut inilah yang menjadi tanda kesempurnaan iman.
Semakin dekat kepada allah, semakin besar rasa takut
Rasulullah ﷺ, sosok yang paling sempurna ilmunya, pernah bersabda:
إِنِّي أَخْشَاكُم لِلَّهِ وَأَحْفَظُكُمْ لِحُدُودِهِ
"Sesungguhnya aku adalah orang yang paling takut kepada Allah dan paling menjaga batasan-batasan-Nya."
(HR. Ahmad no. 25893, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Irwa’ul Ghalil [7/79]).
Hal ini menunjukkan bahwa orang yang benar-benar berilmu adalah mereka yang paling takut melanggar perintah Allah dan paling menjaga diri dari dosa. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
"Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama."
(QS. Fathir: 28)
Para ulama, sebagai orang-orang yang benar-benar memahami ilmu agama ini, lebih mengenal Allah dan sifat-sifat-Nya. Maka tidak mengherankan jika rasa takut mereka kepada Allah lebih besar dibandingkan yang lain.
Lihatlah bagaimana rasa takut kepada Allah tercermin dalam kehidupan para sahabat. Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu, seorang sahabat yang dijamin surga, tetap merasa khawatir terhadap nasibnya. Beliau pernah berkata:
لَوْ نَادَى مُنَادٍ مِنَ السَّمَاءِ: أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّكُمْ دَاخِلُونَ الْجَنَّةَ كُلُّكُمْ إِلَّا رَجُلًا وَاحِدًا، لَخَشِيتُ أَنْ أَكُونَ هُوَ
"Andai terdengar suara dari langit yang berkata: ‘Wahai manusia, kalian semua akan masuk surga kecuali satu orang’, sungguh aku khawatir satu orang itu adalah aku."
(HR. Abu Nu’aim dalam Hilyatul Awliya, 138).
Inilah bukti bahwa semakin tinggi ilmu seseorang, seharusnya semakin besar rasa takutnya kepada Allah.
Ilmu yang hakiki akan melahirkan sifat wara’, yaitu meninggalkan segala sesuatu yang dapat membahayakan akhirat. Rasulullah ﷺ bersabda:
فَضْلُ الْعِلْمِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ فَضْلِ الْعِبَادَةِ، وَخَيْرُ دِينِكُمُ الْوَرَعُ
"Keutamaan ilmu lebih aku cintai daripada keutamaan ibadah. Dan sebaik-baiknya keislaman kalian adalah wara’."
(HR. Al-Hakim no. 314, dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib no. 1740).
Sifat wara’ menjadi cerminan dari ketakutan kepada Allah yang mendalam. Sebab, hanya orang yang takut kepada Allah yang mampu menjauhi perkara-perkara syubhat dan maksiat.
Para ulama salaf memberikan banyak nasihat terkait hubungan antara ilmu dan rasa takut kepada Allah:
Yahya bin Abi Katsir berkata:
"Orang alim adalah orang yang takut kepada Allah. Takut kepada Allah itulah wara’."
(Akhlaqul ‘Ulama, 1/70).
Al-Hasan Al-Bashri berkata:
"Ilmu yang paling utama adalah wara’ dan tawakal."
(HR. Ahmad dalam Az-Zuhd, 1500).
Maka mari kita renungkan bersama: semakin dalam kita mempelajari agama, seharusnya semakin besar pula rasa takut kita kepada Allah. Jangan sampai ilmu yang kita miliki hanya menjadi penghias akal tanpa mempengaruhi hati. Karena ilmu sejati adalah yang melahirkan amal dan rasa takut kepada Allah.
Semoga Allah Ta’ala mengaruniakan kepada kita semua ilmu yang bermanfaat, rasa takut kepada-Nya, dan sifat wara’ yang menjaga kita dari perkara yang membahayakan akhirat.
Kitab Nahwu Wadhih - Fikar Store