Bahasa Arab adalah salah satu bahasa tertua di dunia yang memiliki sejarah panjang dan kaya. Bahasa ini digunakan sebagai bahasa utama dalam agama Islam dan sebagai bahasa sastra yang indah. Salah satu ciri khas bahasa Arab adalah penggunaan harakat, yaitu tanda-tanda diakritik yang menunjukkan vokal dan cara pelafalan huruf-huruf Arab.
Harakat sangat penting dalam membaca Al-Quran, kitab suci umat Islam, karena dapat membantu membedakan makna kata-kata yang berbeda tetapi memiliki huruf-huruf yang sama. Misalnya, kata “qala” (قَالَ) yang berarti “dia berkata” dan kata “qila” (قِيلَ) yang berarti “dikatakan” memiliki huruf-huruf yang sama, tetapi berbeda harakatnya. Tanpa harakat, kedua kata ini akan ditulis sama, yaitu “ql” (قل).
Namun, tahukah Anda bahwa harakat tidak ada sejak awal munculnya bahasa Arab? Harakat baru ditambahkan pada abad ke-6 Masehi, jauh setelah masa Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Lalu, bagaimana sejarah penambahan harakat pada bahasa Arab?
Pada zaman Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam, bahasa Arab ditulis tanpa harakat. Para sahabat Nabi yang bisa membaca Al-Quran mengandalkan hafalan dan kemahiran mereka dalam bahasa Arab untuk mengetahui vokal dan pelafalan yang benar. Selain itu, mereka juga menggunakan konteks ayat untuk memahami maknanya.
Namun, setelah Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam wafat, Islam mulai tersebar ke berbagai daerah di luar Jazirah Arab, seperti Persia, Mesir, Suriah, Irak, dan lain-lain. Orang-orang yang baru masuk Islam di daerah-daerah tersebut tidak fasih berbahasa Arab dan kesulitan membaca Al-Quran tanpa harakat. Mereka sering salah mengucapkan atau memahami ayat-ayat Al-Quran.
Untuk mengatasi masalah ini, para ulama dan ahli bahasa Arab mulai berusaha mencari cara untuk memberikan tanda-tanda vokal pada huruf-huruf Arab. Salah satu tokoh yang berjasa dalam hal ini adalah Abul Aswad Ad-Duali, seorang ahli nahwu (tata bahasa Arab) dari Basrah, Irak. Ia dikenal sebagai Bapak Bahasa Arab karena ia adalah orang pertama yang membuat aturan-aturan gramatikal bahasa Arab.
Abul Aswad Ad-Duali hidup pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib dari Dinasti Umayyah. Ia mendapat perintah dari Khalifah Ali untuk menciptakan tanda-tanda vokal untuk Al-Quran agar memudahkan orang-orang non-Arab membacanya. Ia kemudian membuat tanda-tanda berupa garis-garis pendek di atas atau di bawah huruf-huruf Arab untuk menunjukkan vokal a (fathah), i (kasrah), u (dhommah), dan sukun (tanpa vokal).
Tanda-tanda vokal yang dibuat oleh Abul Aswad Ad-Duali kemudian disempurnakan oleh murid-muridnya, seperti Yahya bin Ya’mar dan Nashr bin 'Ashim. Mereka juga menambahkan tanda-tanda lain seperti syaddah (untuk menunjukkan huruf ganda), hamzah (untuk menunjukkan bunyi ‘a’ yang terputus), dan mad (untuk menunjukkan panjangnya vokal).
Tanda-tanda vokal ini kemudian dikenal sebagai harakat, yang berasal dari kata “haraka” yang berarti “gerakan” atau "suara". Harakat menjadi bagian penting dalam penulisan bahasa Arab, terutama untuk Al-Quran. Harakat membantu orang-orang dari berbagai latar belakang bahasa untuk membaca Al-Quran dengan benar dan memahami maknanya dengan tepat.
Demikianlah sejarah penambahan harakat pada bahasa Arab. Harakat adalah hasil dari usaha para ulama dan ahli bahasa Arab untuk menjaga kemurnian dan keaslian Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam. Harakat juga menunjukkan kekayaan dan keindahan bahasa Arab sebagai bahasa yang memiliki banyak ragam dan nuansa.
Lalu, apakah penambahan harakat pada bahasa Arab termasuk bid’ah atau tidak? Menurut Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah Wal Ifta, sebuah lembaga fatwa resmi di Arab Saudi, penambahan harakat bukanlah bid’ah, tetapi maslahat mursalah, yaitu suatu hal yang bermanfaat bagi umat Islam yang tidak bertentangan dengan syariat. Hal ini karena penambahan harakat bertujuan untuk menjaga, belajar, dan mengajarkan Al-Quran sesuai dengan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam kepada umatnya. Penambahan harakat juga masuk dalam keumuman perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al-Quran:
وَإِنَّهُ لَتَنْزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ عَلَىٰ قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِينَ بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُبِينٍ
“Dan sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam. Yang diturunkan oleh Ruhul Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas.” (QS. Asy-Syu’ara: 192-195)
Dari ayat ini, kita dapat mengetahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam untuk menyampaikan Al-Quran dengan bahasa Arab yang jelas, sehingga mudah dipahami oleh orang-orang yang mendengarnya. Oleh karena itu, penambahan harakat adalah salah satu cara untuk menjaga kejelasan bahasa Arab dalam Al-Quran, agar tidak terjadi kesalahan dalam membaca atau memahami maknanya.
Dan dari ayat diatas, perkara ini bukanlah bid’ah. Karena jika dikatakan bid’ah harus memenuhi 3 kriteria, yaitu suatu perkara (dalam hal agama) yang dibuat-buat tidak berasal dari zaman para sahabat, sehingga tergolong dalam sesuatu yang baru dalam hal agama (tidak termasuk sarana maupun prasarana dalam mendukung dan mempermudah dalam melaksanakan sebuah amalan), dan yang terpenting adalah tidak bersandar pada dalil syar’i yang otentik atau mendasarkan pada dalil syar’i namun dengan menyimpangkan makna dan intisari dalil tersebut sehingga tidak sesuai dengan pemahaman sahabat. Pada intinya bid’ah dalam agama selalu dalam bentuk suatu amalan, pemikiran hingga keyakinan yang tidak ada pada zaman para sahabat namun baru ada pada zaman setelahnya sehingga mengakibatkan terkuburnya sunnah Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam hingga mengubah syari’at. Sifat bid’ah mengubur sunnah dan sunnah mengubur bid’ah.
Oleh karena itu, kita tidak boleh menganggap penambahan harakat pada huruf arab dalam bahasa arab sebagai bid’ah yang sesat karena ini termasuk dalam prasarana agar tidak terjadi kekeliruan dalam membaca Al-Quran, tetapi sebagai maslahat yang bermanfaat. Penambahan harakat tidak mengubah isi atau makna Al-Quran, tetapi hanya membantu kita untuk membacanya dengan benar dan tepat. Penambahan harakat juga tidak bertentangan dengan sunnah Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam, tetapi sejalan dengan perintahnya untuk menjaga, belajar, dan mengajarkan Al-Quran kepada umatnya.
Referensi:
https://konsultasisyariah.com/20850-siapa-yang-memberi-harakat-al-quran.html
https://almanhaj.or.id/1759-apakah-pemberian-sakl-harakat-tanda-baca-dan-titik-dalam-al-quran-termasuk-bidah.html