My Blog

  • 15-05-2025

Perbaiki Kebiasaan dengan Jaga Lisan, Kurangi Komentar dan Perbanyak Belajar

Nahwu Wadhih -   Di era digital saat ini, budaya komentar menjadi hal yang sangat lumrah. Media sosial memberikan panggung kebebasan bagi siapa saja untuk menyuarakan pendapatnya, tentang apa saja, kapan saja, dan kepada siapa saja. Sayangnya, tidak sedikit yang menggunakannya untuk menyebar komentar negatif, nyinyir, bahkan tanpa ilmu. Padahal, Islam telah mengajarkan untuk menahan diri dari berbicara tanpa manfaat, dan lebih mengutamakan belajar serta merenungi ilmu. 

Akibat Buruk dari Kebiasaan Suka Berkomentar Tanpa Ilmu 

Kebiasaan buruk ini melahirkan banyak dampak negatif: 

  • Mudah Menyebarkan karena termakan informasi dusta
    Tanpa tabayyun (klarifikasi), komentar dan berita bohong disebar luas hanya karena ingin menjadi yang pertama menyampaikan. 
  • Terjebak dalam kesalahan belajar dan menuntut Ilmu yang Salah 
    Seseorang yang tidak mau belajar dari sumber yang benar dan enggan dikoreksi ketika salah, justru akan semakin dalam tenggelam dalam kesalahan. 
  • Terjerumus ke dalam Ghibah dan Namimah 
    Komentar-komentar negatif seringkali menjurus pada gibah (menggunjing) dan namimah (adu domba), yang merupakan dosa besar dalam Islam. 

Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa. Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentu kamu merasa jijik kepadanya. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. 
(QS. Al-Hujurat: 12) 

Islam Mengajarkan untuk Menjaga Lisan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan: 

‏مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ 

"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata baik atau diam." 
(HR. Bukhari dan Muslim) 

Hadits ini menjadi prinsip penting dalam bermedia sosial: jika tidak ada yang baik untuk diucapkan atau dikomentari, maka diam adalah pilihan yang lebih aman dan berpahala. 

Budaya Membaca dan Belajar Mulai Hilang. Memang ironis, di tengah semangat berkomentar, budaya membaca justru semakin memudar. Gadget lebih sering digunakan untuk scroll dan komentar daripada membuka kitab dan buku. Padahal, Islam meletakkan dasar peradaban dengan perintah “Iqra’” (bacalah). 

‏اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ ۝ خَلَقَ الْإِنسَانَ مِنْ عَلَقٍ ۝ اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَم 

ُ "Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah." 
(QS. Al-‘Alaq: 1-3) 

Membaca dan belajar bukan hanya kebutuhan sekunder, tapi merupakan kebutuhan primer bagi seorang muslim yang ingin mengenal Tuhannya dengan baik. 

Maka jadilah muslim yang bijak dan semangat dalam belajar 

Seorang mukmin adalah pribadi yang tidak tergesa-gesa berbicara, apalagi jika tak memiliki ilmu. Ia lebih memilih untuk duduk, membaca, merenung, dan memahami. Ia tahu bahwa menyampaikan komentar sembarangan bisa jadi akan ditanya di hari kiamat nanti. 

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ 

"Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir." 
(QS. Qaf: 18) 

Di zaman ini, kita diuji bukan hanya dengan perbuatan tangan, tapi juga dengan jari jemari kita di layar ponsel. Setiap komentar, setiap postingan, akan dimintai pertanggungjawaban. Maka biasakanlah untuk diam bila tidak tahu, membaca bila ingin tahu, dan belajar bila ingin paham. 

Kurangi komentar, perbanyak membaca. Kurangi nyinyir, perbanyak belajar. Maka Allah akan bukakan pintu hidayah dan kemuliaan bagi siapa saja yang sungguh-sungguh ingin mendapatkan ilmu. 

Wallahu a’lam. 

Toko grosir kitab online - kitab tashrif - fikar store   

admin
Admin