My Blog

  • 13-11-2022

Pentingnya Mempelajari Majaz mursal untuk Memahami Al-Qur’an

majaz mursal - Sebagian orang yang sudah mempelajari Bahasa Arab hanya pada tahap permukaannya saja, mungkin menganggap bahwa pengetahuan kosakata yang melimpah akan mengantarkan pada pemahaman Al-Qur’an dan Sunnah. Namun demikian, sejatinya Bahasa Arab yang digunakan dalam dua sumber utama hukum Islam tersebut – terutama Al-Qur’an tidaklah semudah yang dibayangkan.

majaz mursal - balaghah wadhihah

Bukan berarti bahwa Allah SWT ingin mempersulit para pembelajar, namun hal ini justru membuktikan bahwa sesungguhnya Firman Allah – kendati sudah diturunkan dengan bahasa manusia (Bahasa Arab) – adalah keagungan yang tiada bandin. Lintasan sejarah membuktikan bahwa bahkan Umar bin Khattab yang dahulu membenci Islam, pada saat mendengarkan lantunan Surat Thaha ayat 1 sampai 5 hatinya telah luluh dan tunduk.

Contoh lain juga terjadi pada salah satu kafir Qurais, Abu Al-Walid yang awalnya ingin menghentikan dakwah Nabi Muhammad SAW. Tatkala Nabi Muhammad melantunkan Surat Al-Fussilat ayat 41, Al-Walid justru terkesima dan melaporkan pada orang-orang Qurais bahwa ia belum pernah mendengar kata-kata yang seindah Al-Qur’an. Al-Walid takjub dan menyatakan bahwa Al-Qur’an bukanlah kata-kata yang mampu dituliskan oleh manusia.

Berbicara soal keindahan Al-Qur’an, pada dasarnya merupakan pembahasan soal penggunaan balaghah yang terkandung di dalamnya. Ibnu Khaldun dalam Kitab Muqaddimah menyampaikan bahwa dengan ilmu balaghah-lah diksi-diksi sulit dalam Al-Qur’an terkadang baru bisa dipahami secara utuh. Khazanah keilmuan balaghah menurut Ibnu Rasyiq memiliki inti dan pusat pembahasan pada pentingnya memahami majaz:

 

إنّ المجاز رأس البلاغة

Artinya:

Sesungguhnya majaz adalah induk pembahasan dalam balaghah”.

Berdasarkan pendapat Ibnu Rasyiq di atas, maka apa sebenarnya majaz itu? Bagaimana peran majaz dalam Al-Qur’an sehingga Ibnu Rasyiq menganggap begitu penting? Sebagaimana diketahui bahwa pada ilmu balaghah pada dasarnya memiliki tiga sub pembahasan, yakni bayān, ma’āni, dan badī’. Posisi majaz berada pada ilmu bayān atau penjelas suatu pernyataan (khususnya Al-Qur’an), dengan memahami majaz sebagai bagian ilmu bayān, maka akan mempermudah memahami makna Al-Qur’an.

majaz mursal - balaghah wadhihah

Istilah majaz dalam Bahasa Arab diambil dari akar kata jāza (جاز) yaitu melampaui. Adapun secara leksikal majaz menurut Al-Qādhi ‘Abd al-Jabbār berarti pergantian makna dari makna yang asli (denotatif) menjadi makna lainnya yang lebih luas (konotatif). Sibawayh dengan ungkapan yang lebih sederhana menguraikan bahwa majaz merupakan seni menuturkan kata yang memungkinkan terjadinya perluasan makna.

Epistimologi majaz dalam ilmu bayān mengisyaratkan bahwa majaz terjadi manakala terdapat lafal yang digunakan tidak sebenarnya, namun hanya perumpamaan. Pemahaman atas perumpamaan ini, didasari bahwa terdapat hubungan antara yang diperumpamakan dengan perumpamaannya serta indikator yang menghalangi seseorang untuk memahami makna yang sebenarnya.

Saat hubungan antara perumpamaan dan yang diumpamakan adalah penyerupaan, maka majaz ini disebut dengan isti’āroh. Adapun jika hubungan antara perumpamaan dan yang diupamakan bukan penyerupaan, maka majaz ini disebut majaz mursal. Salah satu contoh yang dapat digunakan untuk jenis majaz isti’āroh adalah Surat Ibrahim ayat 1:

الۤرٰ ۗ كِتٰبٌ اَنْزَلْنٰهُ اِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمٰتِ اِلَى النُّوْرِ

Artinya:

“Alif lam ra, Kitab yang Kami turunkan kepadamu (Muhammad) agar engkau mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya terang-benderang”

Kata “kegelapan” dan “cahaya terang benderang” di atas, pada dasarnya bukanlah makna yang sesungguhnya, melainkan penyerupaan dari kesesatan (kegelapan) dan keimanan (cahaya terang benderang). Contoh yang kedua dari majaz mursal juga dapat terlihat dari Surat Al-Baqarah ayat 19:

اَوْ كَصَيِّبٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ فِيْهِ ظُلُمٰتٌ وَّرَعْدٌ وَّبَرْقٌۚ يَجْعَلُوْنَ اَصَابِعَهُمْ فِيْٓ اٰذَانِهِمْ مِّنَ الصَّوَاعِقِ حَذَرَ الْمَوْتِۗ وَاللّٰهُ مُحِيْطٌۢ بِالْكٰفِرِيْنَ

Artinya:

“Atau seperti (orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit, yang disertai kegelapan, petir dan kilat. Mereka menyumbat telinga dengan jari-jarinya, (menghindari) suara petir itu karena takut mati. Allah meliputi orang-orang yang kafir.”

majaz mursal - balaghah wadhihah

Kalimat “menyumbat telinga dengan ‘jari-jarinya’” pada dasarnya bukan merupakan makna yang sesungguhnya, melainkan perumpamaan yang tidak memiliki penyamaan. Artinya, makna asli dari jari-jari di atas bukanlah makna sesungguhnya, sebab tidaklah mungkin seseorang menutupi telinga dengan lebih dari satu jari.

Pembahasan mendetil dan menyeluruh lainnya, juga diuraikan oleh Ali al-Jarim dan Musthofa Amin dalam Kitab Balaghah Wadhihah. Tentu saja dengan memiliki kitab tersebut, pembelajaran soal majaz akan lebih baik. Segera miliki Kitab Balaghah Al-Wadhihah sekarang juga

alfikar.com

Nabil nizam S.H.,
Admin