My Blog

  • 24-04-2025

Muliakan ilmu, walau datang dari layar kecilmu

Kitab tashrif -   Di era media sosial, ilmu tersebar begitu luas. Hanya dengan menggerakkan jari, seseorang bisa mendapatkan potongan nasihat, kutipan hadits, atau potongan kajian dari para ustadz. Namun, tak sedikit yang justru menanggapi postingan ilmu ini dengan candaan, lelucon, atau bahkan ejekan. Hal ini tentu menyedihkan, karena sesungguhnya ilmu syar’i adalah sesuatu yang mulia, dan sudah sepantasnya dimuliakan. 

Rasulullah ﷺ bersabda: 

"Ketahuilah, sesungguhnya dunia itu terlaknat. Semua yang ada di dalamnya terlaknat kecuali dzikrullah serta orang yang berdzikir, orang yang berilmu agama dan orang yang mengajarkan ilmu agama." 
(HR. At-Tirmidzi, no. 2322. Dinyatakan hasan oleh Syaikh Al-Albani) 

Bayangkan, seluruh isi dunia ini tidak berharga di sisi Allah, kecuali tiga hal: dzikir, orang yang berilmu, dan orang yang belajar ilmu agama. Maka sudah sepantasnya kita menghormati postingan yang mengandung ilmu syar’i, sekecil apapun bentuknya. 

Diriwayatkan dari Al-Bara' bin 'Azib radhiyallahu'anhu: 

"Kami pernah keluar bersama Rasulullah ﷺ untuk mengantar jenazah. Ketika sampai di pemakaman, beliau duduk, maka kami pun duduk. (Kami diam) seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung yang bertengger." 
(HR. Ibnu Majah, no. 1269. Dinilai shahih oleh Al-Albani) 

Begitu diam dan khusyuknya para sahabat ketika Nabi ﷺ berbicara, sampai-sampai mereka seperti patung yang tidak bergerak. Inilah adab dalam majelis ilmu. Walau di makam, mereka tidak menjadikan situasi itu untuk bercanda atau ngobrol ringan. Mereka tahu, ketika ilmu datang, adab harus ditata. 

Abdurrahman bin Mahdi rahimahullah, seorang ulama besar sekaligus guru Imam Ahmad bin Hanbal, pernah bersikap tegas kepada seorang yang tertawa di majelisnya: 

"Siapa yang tertawa?" Lalu orang-orang menunjuk seorang laki-laki. Maka ia berkata, 'Engkau menuntut ilmu sambil tertawa-tawa? Aku tidak akan mengajar kalian selama sebulan.' 
(Al-Jami’ fi Adabi Rawi, hal. 329) 

Ini adalah bentuk penjagaan para ulama terhadap kehormatan ilmu. Mereka ingin menanamkan bahwa ilmu tidak boleh dijadikan bahan candaan, apalagi di depan umum. 

Adab adalah pintu awal masuknya keberkahan ilmu. Maka jangan sampai kita kehilangan ilmu hanya karena komentar bercanda, emoji tertawa, atau menyisipkan hal remeh di kolom komentar nasihat. Boleh jadi, candaan yang kita niatkan hanya guyon, namun di sisi Allah bisa tergolong istihza’ bid din (mengolok-olok agama) yang berbahaya dan berpotensi pada kekufuran. Wal ‘iyyadzu billah. 

Ilmu bukan hanya untuk dibaca, tetapi juga dimuliakan. Jika datang lewat status WhatsApp, caption Instagram, atau cuplikan YouTube, muliakan ia sebagaimana kita memuliakan kajian langsung. Karena boleh jadi melalui satu postingan itu, Allah beri kita hidayah. 

Semoga Allah memberi kita adab dalam menuntut ilmu dan menjaga lisan serta jari kita dari mempermainkan perkara yang mulia. 

Toko grosir kitab online - kitab tashrif - fikar store      

admin
Admin