My Blog

  • 06-05-2024

Merefleksikan Cinta Kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam

Nahwu Wadhih -   Cinta kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan suatu kewajiban yang dimiliki setiap muslim yang beriman. Karena seseorang tidak bisa dikatakan beriman dengan sempurna sehingga ia mencintai Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam dibanding yang lain, sebagai mana sabda beliau shalallahu alaihi wa sallam, 

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ رواه البخاري 

Tidak sempurna iman salah seorang dari kalian sehingga menjadikan aku lebih ia cintai dari orang tuanya, anaknya dan seluruh manusia“ (HR. Bukhari) 

Cinta ini bukan hanya sekedar perasaan, tetapi juga harus diwujudkan dalam bentuk tindakan dan amalan. Ketika kita mengaku mencintai seseorang, kita akan sering membicarakannya, merasa senang ketika dekat dengannya, dan berusaha melakukan apa pun untuknya. Namun, apakah hal ini juga kita lakukan dalam menyatakan cinta kita kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?  

Setiap kali setelah adzan berkumandang, apakah kita segera mengucapkan shalawat dan doa untuk beliau, sebagaimana yang diajarkan dalam hadits Jabir bin 'Abdillah sebagaimana lafadznya, 

اَللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ اَلدَّعْوَةِ اَلتَّامَّةِ , وَالصَّلَاةِ اَلْقَائِمَةِ , آتِ مُحَمَّدًا اَلْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ , وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا اَلَّذِي وَعَدْتَهُ 

Ya Allah, Rabb pemilik dakwah yang sempurna ini (dakwah tauhid), shalat yang ditegakkan, berikanlah kepada Muhammad wasilah (kedudukan yang tinggi), dan fadilah (kedudukan lain yang mulia). Dan bangkitkanlah beliau sehingga bisa menempati maqom (kedudukan) terpuji yang telah Engkau janjikan padanya (Abu daud, Tirmidzi, An-Nasa'i, Ibnu Majah). 

 Apakah kita berusaha meneladani akhlak beliau yang tinggi dan mulia, sebagaimana Allah azza wajalla berfirman dalam Al-Qur’an,  

لَقَدْ كَا نَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَا نَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَا لْيَوْمَ الْاٰ خِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًا 

"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (QS. Al-Ahzab: 21). 

Mencintai Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam berarti juga menyimak dan mengamalkan ajaran-ajaran yang diwahyukan kepada beliau. Berusaha menggenggam sunnah-sunnahnya dan menjadikannya bagian dari kehidupan kita. Cinta ini juga harus tercermin dalam keinginan kita untuk senantiasa dekat dengan beliau, salah satunya dengan memperbanyak shalawat. 

Mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga berarti mentaati perintah-perintahnya, menjauhi larangan-larangannya, dan berusaha mengikuti jejak langkahnya dalam segala aspek kehidupan. Ini adalah cinta yang harus terus dipupuk dan diperbaharui melalui pembelajaran yang berkelanjutan tentang kehidupan dan ajaran beliau, serta melalui amalan-amalan yang mencerminkan cinta dan penghormatan kita kepada beliau. 

Namun, pertanyaan yang harus kita tanyakan kepada diri sendiri adalah, apakah kita benar-benar telah menempuh banyak jalan untuk mencintai Nabi shallallahu 'alaihi wasallam? Atau apakah cinta kita hanya terhenti dari lisan saja? Cinta yang sejati harus diikuti dengan tindakan nyata, seperti mempelajari sirah beliau, mengamalkan sunnah-sunnahnya, dan mengintegrasikan nilai-nilai yang beliau ajarkan dalam kehidupan kita sehari-hari dan menebarkan apa yang beliau shalallahu alaihi wa salam ajarkan dan contohkan. 

Mari kita renungkan kembali cinta kita kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dan berusaha untuk selalu meningkatkan cinta tersebut melalui pembelajaran dan amalan. Semoga kita dapat menjadi umat yang benar-benar mencintai Rasulullah dengan cinta yang tulus dan berbuah dalam setiap aspek kehidupan kita. Amin. 

Kitab Nahwu Wadhih  - Fikar Store   

admin
Admin