Fikar Store - Tak terpungkiri bahwasanya ilmu dan pengetahuan merupakan bagian paling penting dalam kehidupan manusia. Ilmu yang diajarkan dalam kehidupan diharapkan dapat membantu manusia memenuhi segala fungsi dan perannya serta peran agama dalam kehidupan manusia. Namun, ilmu tidak boleh dipisahkan dari ajaran agama atau ilmu agama itu sendiri. Islam adalah agama yang berkaitan erat dengan ilmu dan pengetahuan, dan ilmu pengetahuanpun juga sangat berkaitan erat dengan agama Islam.
Islam adalah agama yang menjunjung tinggi dan memuliakan orang-orang yang berilmu. Islam sendiri mengandung ilmu yang sangat luas dan bercabang, sebagaimana masyarakat Barat membagi dan memisahkan ilmu ke dalam beberapa cabang. Dalam Islam, ilmu pengetahuan diatur secara terpadu dan bahkan Al-Qur'an sendiri berisi informasi yang sangat lengkap.
Asy-Syaikh al-`Allamah Muhammad bin Sholeh al-'Utsaimin dalam kitabnya yang berjudul PRINSIP ILMU USHUL FIQIH (terjamah) menyatakan bahwa Ilmu adalah : "Mengetahui sesuatu sesuai dengan apa adanya (yakni sesuai dengan apa yang sebenarnya) dengan yakin/pasti".
Berdasarkan tulisan ustadz Muhammad Abdullah Tausikal, Msc dalam web rumaysho.com yang berjudul Beliau Pun Menyimak dan Mencatat (Ikatlah Ilmu dengan Menulis), Abu Darda’, salah seorang sahabat Rasulullah ﷺ pernah menyatakan bahwa “jadilah orang alim yang mau mendengar, mengkaji ilmu, dan mencintai ilmu”, tetapi janganlah menjadi orang yang beramal, berkreasi (dalam perkara agama) tanpa mempelajari ilmu seperti ahlul bid’ah (Ibnu Batthah: Al-Ibanah Al-Kubra). Sedangkan imam Asy-Sya’bi pernah menyatakan, “jika engkau mendengar suatu (ilmu) maka tulislah (ilmu yang engkau dengar) sekalipun di tembok”. Dan imam Asy-Syafi’i-pun pernah meuturkan bahwa: “Ilmu itu bagaikan buruan yang diikat dengan tulisan, ikatlah burauanmu (ilmu) dengan ikatan (tulisan) yang kuat, janganlah kalau berburu kijang yang setelah itu kamu biarkan lepas begitu saja, ini termasuk kebodohan” (Diwan Asy-Syafi’i).
Seperti yang kita ketahui, mempertahankan ilmu yang sudah kita dapatkan adalah dengan menulis. Seperti yang dilakukan para ulama’ terdahulu. Mereka mengikat dan menyebarkan ilmu mereka dengan menulis. Sebagai contoh, Imam Syafi'i, Imam Al-Bukhari, imam Muslim dan ulama lainnya yang menulis kitab untuk mengikat ilmu mereka dan berdakwah. Dari tulisan-tulisan mereka hingga sekarang, kita bisa mempelajari hadits shahih dan ilmu agama lainnya.
Jadi memperkuat hafalan dan mencegah kehilangan (ilmu). Ilmu jika terus didengarkan tanpa menulis, niscaya akan sulit mengingatnya. Ilmu akan terikat dan terpelihara jika menulis. Jika hati sering lupa, perlahan ilmu akan memudar. Inilah pentingnya menulis setelah mendengar ilmu. Menuntut ilmu juga akan sia-sia jika tidak diniatkan kepada Allah ﷻ. Dan juga hal yang terpenting ialah meminta tolong dan tawakal kepada Allah ﷻ ketika menuntut ilmu.
Dengan meniatkan menuntut ilmu hanya kepada Allah ﷻ semata dan membersihkan hati niscaya seseorang akan mudah untuk menuntut ilmu dan mempertahankannya. Dalam tulisan “10 PILAR MERAIH ILMU “ yang ditulis oleh Abu Yusuf Akhmad Ja’far menyatakan bahwa “Hati adalah wadah dari ilmu, jika suatu wadah itu bersih maka akan mudah dan menympan dan menjaga sesuatu, jika wadah itu kotor maka sesuatu yang disimpan akan kotor (rusak).
Jadi seorang penuntut ilmu harus menjauhi segala sesuatu yang dapat mengotori atau merusak hati dan penyakitnya. Jika semua itu terdapat dalam hati maka seseorang penuntut ilmu tidak akan dapat menerima ilmu, tetapi jika ia dapat menerima ilmu maka ia tidak akan memahami ilmu. Seorang penuntut ilmu harus bersikap netral, tidak serong ke mana-mana. Dan penuntut imlu haruslah semangat dalam menuntut ilmu, jika sudah semangat maka akan lebih mudah dalam bersungguh sungguh dalam menggapai ilmu. Fikar Store