Kitab tashrif - Lisan merupakan sebuah anugerah yang Allah berikan kepada kita, namun di balik nikmat ini tersimpan tanggung jawab yang besar. Betapa sering kita lupa bahwa setiap kata yang keluar dari mulut kita akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah kelak. Kata-kata yang kita ucapkan dapat membawa kebaikan atau malah menjadi sebab kehancuran, baik di dunia maupun di akhirat.
Umar bin Khattab رضي الله عنه, salah satu sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang mulia, pernah berkata:
"Sungguh ada seseorang yang memiliki sembilan akhlak yang mulia, namun memiliki satu akhlak tercela, dan 9 akhlak mulia itu dapat dikalahkan oleh satu akhlak tercela tersebut. Maka berhati-hatilah kalian dengan tergelincirnya lisan."
(Petikan dari Kitab Tanbiihul Mughtarriin hal. 83)
Ucapan ini mengingatkan kita bahwasanya meskipun seseorang tampak baik dan memiliki banyak sifat yang terpuji, satu kesalahan yang keluar dari lisannya bisa merusak semua kebaikannya. Lidah kita yang hanya beberapa sentimeter panjangnya memiliki kekuatan yang sangat besar; ia bisa menyakiti hati, merusak hubungan, dan menimbulkan fitnah yang menyebar luas. Karena itu, kita harus senantiasa berhati-hati dengan setiap kata yang terucap.
Bahaya Kesalahan Lisan dalam Mencari Ilmu
Imam Al-Auza’i رحمه الله juga mengingatkan kita akan dampak lisan terhadap ilmu. Beliau berkata:
"Sungguh jika Allah hendak menghalangi hamba-Nya mendapatkan berkah ilmu, maka Dia akan meletakkan berbagai kesalahan pada lisannya. Aku benar-benar melihat mereka sebagai orang yang paling sedikit ilmunya."
(Jaami’ul ‘Ulum hal. 172)
Pernyataan ini sangat dalam maknanya. Ketika lisan kita tergelincir dalam kesalahan, terutama saat berbicara tentang ilmu, itu bisa menjadi tanda bahwa ilmu kita tidak membawa berkah. Allah menguji kita dengan lisan kita, apakah kita menggunakannya dengan bijak ataukah justru terperosok ke dalam keburukan. Jika kita berbicara hanya untuk mendapat pujian, mengungguli orang lain, atau mencari keuntungan duniawi, maka ilmu kita akan menjadi tidak bermanfaat. Berkah dari ilmu hanya akan datang jika niat kita tulus karena Allah semata.
Imam Ibnul Qayyim رحمه الله juga menjelaskan bahwa lisan adalah cerminan dari hati. Beliau berkata:
"Seseorang yang busuk, kebusukan itu akan terpancar dari hatinya melalui lisan dan anggota tubuhnya. Sedangkan orang yang baik, kebaikannya akan terpancar dari lisan dan anggota tubuhnya."
(Zadul Ma’ad I/68)
Keburukan yang keluar dari lisan kita menunjukkan keadaan hati kita yang sesungguhnya. Jika hati kita dipenuhi dengan kesombongan, iri, dengki, atau kebencian, maka lisan kita akan mencerminkan itu semua. Sebaliknya, jika hati kita penuh dengan keikhlasan, kasih sayang, dan cinta kepada Allah, maka kebaikan itu akan terpancar melalui ucapan kita. Oleh karena itu, menjaga hati adalah kunci untuk menjaga lisan.
Maka, berhati-hatilah dengan lisan, terutama ketika berbicara dalam hal dakwah, menuntut ilmu, atau menyampaikan sesuatu. Niat yang tidak ikhlas, yang hanya mengharapkan pujian manusia atau keuntungan duniawi, akan mengakibatkan lisan kita tergelincir dalam kesalahan. Sesungguhnya bahwa niat yang salah dalam berbicara atau berdakwah dapat menghalangi seseorang dari mendapatkan keberkahan ilmu dan kebaikan dalam diri seseorang.
Maka dari itu, mari kita renungkan dan perbaiki lisan kita. Setiap kali kita hendak berbicara, tanyakan pada diri sendiri: "Apakah perkataan ini akan mendatangkan ridha Allah? Apakah ini bisa membawa manfaat bagi diri kita dan orang lain?" Jika tidak, maka lebih baik kita diam. Sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam." (HR. Bukhari dan Muslim).
Semoga Allah senantiasa memberikan kita kekuatan untuk menjaga lisan kita dari kesalahan, meluruskan niat kita, dan menjadikan setiap kata yang kita ucapkan sebagai amal kebaikan di sisi-Nya. Amin.
Toko grosir kitab online - kitab tashrif - fikar store