Nahwu Wadhih - Terkadang atau bahkan seringkali apa yang kita ucapkan malah menjadi kenyataan. Jika kita mengucapkan yang baik, insya Allah kebaikan akan datang kepada kita. Sebaliknya, jika keburukan yang diucapkan, maka keburukan akan menimpa kita. Ada sebuah kata hikmah yang disampaikan oleh para ulama turun-temurun:
إن البلاء موكل بالمنطق
“Innal Balaa’a Muwakkalun Bil Mantiq”
“Sesungguhnya musibah itu terwakilkan dengan apa yang diucapkan.”
Seorang dosen sekaligus imam di sebuah masjid dari Kuwait yaitu Dr. Nayif Al 'Ajmi, menyampaikan bahwasanya hikmah di atas memiliki tiga pengertian:
Pertama, jangan mengucapkan ucapan yang menimpakan bencana padamu. Maka diamlah! Karena diam itu selamat.
Kedua, sebagian orang, terutama diantaranya yang pesimis dan berputus asa dalam hidupnya selalu berkata dengan perkataan yang negatif. Misalnya, “saya tidak mungkin lulus ujian,” atau “rumah tangga saya tidak akan langgeng,” atau “saya tidak akan sembuh dari sakit.” Apa yang diucapkan seringkali menjadi kenyataan.
Ketiga, orang yang suka menghina, merendahkan, menjelek-jelekkan, atau mencela orang lain, sering kali akan mengalami hal yang sama, seringkali celaannya kembali pada pencelanya.
Meskipun ungkapan hikmah di atas tidak shahih disandarkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, maknanya benar. Imam Ibnul Jauzi rahimahullah memuat ucapan tersebut sebagai hadits yang maudhu’ (palsu). Namun, ungkapan tersebut benar secara makna. Maka dari itu ungkapan hikmah diatas tidak bisa disebut sebagau hadist.
Ucapan yang Menjadi Kenyataan
Allah 'Azza wa Jalla menceritakan dalam firman-Nya, ucapan Asiah, istri Fir’aun:
وَقَالَتِ ٱمْرَأَتُ فِرْعَوْنَ قُرَّتُ عَيْنٍ لِّى وَلَكَ ۖ لَا تَقْتُلُوهُ عَسَىٰٓ أَن يَنفَعَنَآ أَوْ نَتَّخِذَهُۥ وَلَدًا وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ
“Dan berkatalah isteri Fir’aun: ‘(Ia) adalah penyejuk mata (hati) bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan ia bermanfaat kepada kita atau kita ambil ia menjadi anak,’ sedang mereka tiada menyadari.” (QS. Al Qashash: 9).
Apa yang diucapkan oleh Asiah menjadi kenyataan bahwasanya Nabi Musa 'alaihis salam memang menjadi penyejuk hati dari istri firaun tersebut. Asiah beriman kepada Nabi Musa 'alaihis salam kemudian Allah Ta’ala mengganjarkan Asiah ke Jannah-Nya. Sebaliknya, Fir’aun menolak Firman-Nya yang disampaikan melalui nabi-Nya, Musa alaihis salam dan tidak mengharapkan Musa menjadi penyejuk hatinya. Kenyataannya, Fir’aun mati dalam kekafiran.
Contoh dari sebuah Hadits shahih
Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjenguk seorang Arab Badui yang sakit. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berdoa:
'Laa Ba’sa ‘Alaika, Thahurun Insya Allah.’
[Tidak mengapa atas apa yang terjadi padamu, karena sakit itu menjadi pelebur dosa jika Allah menghendaki].
Namun, Arab Badui itu berkata, “Tidak demikian, tetapi ini panas yang menyembur menimpa orang yang sudah tua, dia akan mendatangi kubur!” Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, “Ya, demikianlah keadaanmu.”
(HR. Bukhari, Kitab Al Manaqib, Bab Alamatun-Nubuwwah fil Islam).
Contoh lainnya adalah kisah Muhammad bin Sirin rahimahullah yang mengalami kebangkrutan karena dosa yang ia akui pernah dilakukan 40 tahun sebelumnya. Ia pernah menghina seseorang dengan memanggilnya "Hai orang yang bangkrut!" dan akhirnya mengalami nasib serupa.
Kisah lain yang menarik adalah kisah Al-Kisa'i, seorang ulama Qiraat, yang kesulitan membaca surat Al-Kafirun saat menjadi imam shalat. Al-Yazidi, yang mengolok-olok kesalahan Al-Kisa'i, kemudian mengalami hal serupa ketika diminta menjadi imam pada shalat berikutnya.
Berhati-hatilah dalam berbicara. Pilihlah kata-kata yang baik dan santun. Dalam keadaan apapun, hindarilah ucapan negatif. Berprasangka baik kepada Allah dan selalu optimis adalah cara terbaik untuk menghadapi kehidupan. Allah akan memberikan sesuai dengan prasangka kita kepada-Nya.
Mari kita berdoa kepada Allah agar diberikan kekuatan untuk menjaga lisan kita dari ucapan yang buruk:
اللهم إني أعوذ بك من شر لساني
"Allahumma innii a'udzubika min syarri lisaanii..."
(Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan lisanku...)
اللهم اهدِ قلبي وسدد لساني
"Allahummahdi qalbii wa saddid lisaanii..."
(Ya Allah, berilah hatiku hidayah dan luruskanlah lisanku...)
Kitab Nahwu Wadhih - Fikar Store