Kitab tashrif - Toleransi adalah salah satu prinsip yang dijunjung tinggi dalam Islam, tetapi sering kali konsep ini disalahartikan oleh sebagian orang. Salah satu kesalahpahaman tersebut adalah anggapan bahwa semua agama itu sama. Padahal, dalam ajaran Islam, sangat jelas bahwa tidak ada kesetaraan antara agama yang haq (benar) dengan agama yang batil (salah).
Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan tegas menyatakan dalam Al-Qur’an:
لَيْسُوا۟ سَوَآءً
"Tidak sama!" (QS. Ali Imran: 113)
Menurut penjelasan Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ayat ini menunjukkan bahwa tidak sama antara ahlul kitab (Yahudi dan Nasrani) dengan umat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan demikian, klaim bahwa semua agama sama-sama benar adalah pemikiran yang keliru dan bertentangan dengan ajaran Islam.
Lebih lanjut, Allah menegaskan:
هُوَ ٱلَّذِى خَلَقَكُمْ فَمِنكُم كَافِرٌۭ وَمِنكُم مُّؤْمِنٌۭ
"Dia-lah Allah yang menciptakan kamu (manusia), maka di antara kamu ada yang kafir dan di antara kamu ada yang mukmin." (QS. At-Taghabun: 2)
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah memisahkan antara orang yang beriman dan yang tidak beriman, baik dalam keyakinan maupun dalam nilai aqidah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala menegaskan dalam Al-Qur’an bahwa hanya Islam yang diterima sebagai agama yang benar:
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ ٱلْإِسْلَـٰمِ دِينًۭا فَلَن يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِى ٱلْـَٔاخِرَةِ مِنَ ٱلْخَـٰسِرِينَ
"Barang siapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi." (QS. Ali Imran: 85)
Landasan ini menegaskan bahwa keselamatan hanya bisa diraih dengan mengikuti ajaran Islam yang murni. Semua bentuk penyimpangan dari aqidah tauhid akan berakhir pada kerugian di dunia dan akhirat.
Sebagai kitab suci terakhir yang diturunkan Allah, Al-Qur’an berfungsi sebagai pembenar dan penyempurna kitab-kitab sebelumnya, seperti Taurat dan Injil. Allah berfirman:
وَأَنزَلْنَآ إِلَيْكَ ٱلْكِتَـٰبَ بِٱلْحَقِّ مُصَدِّقًۭا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ ٱلْكِتَـٰبِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ
"Dan Kami telah turunkan kepadamu Al-Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu." (QS. Al-Maidah: 48)
Sebagai pedoman terakhir dan paling sempurna, Al-Qur’an adalah satu-satunya kitab yang harus diikuti. Kitab-kitab sebelumnya telah diselewengkan dan tidak lagi menjadi rujukan.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah penutup para nabi, yang diutus untuk seluruh umat manusia. Allah menegaskan:
مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَآ أَحَدٍۢ مِّن رِّجَالِكُمْ وَلَـٰكِن رَّسُولَ ٱللَّهِ وَخَاتَمَ ٱلنَّبِيِّۦنَ
"Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi." (QS. Al-Ahzab: 40)
Rasulullah juga bersabda:
وَالَّذِيْ نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَا يِسْمَعُ بِيْ أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الأُمَّةِ، يَهُوْدِيٌّ وَلاَ نَصْرَانِيٌّ، ثُمَّ يَمُوْتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِيْ أُرْسِلْتُ بِهِ إِلاَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ
"Demi Yang jiwaku berada di Tangan-Nya, tidak seorang pun dari umat manusia yang mendengar tentangku, Yahudi maupun Nasrani, kemudian mati dan tidak beriman kepada ajaran yang aku bawa, melainkan dia adalah penghuni neraka." (HR. Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa keselamatan hanya bisa diraih dengan mengikuti ajaran Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Islam mengajarkan toleransi dalam bentuk menghormati keyakinan orang lain, tanpa mencela atau mengganggu mereka. Namun, toleransi tidak berarti mengakui bahwa semua agama itu benar.
Sebagai seorang muslim, kita diajarkan untuk menjunjung tinggi kebenaran Islam sambil tetap menjaga hubungan baik dengan pemeluk agama lain. Hal ini tidak bertentangan dengan toleransi, melainkan bagian dari prinsip Islam yang menyeimbangkan antara keyakinan dan hubungan sosial.
Maka tidak mengherankan jika ada sebagian non-Muslim merasa tersinggung atau bingung jika mendengar seorang Muslim mengatakan bahwa semua agama itu sama. Dalam ajaran Islam, pernyataan seperti itu bertentangan dengan inti aqidah, sehingga tidak hanya menyesatkan, tetapi juga bisa merusak hubungan dengan orang non-Muslim yang memahami posisi agama mereka secara tegas.
Karena setiap agama memiliki ciri-khasnya masing-masing, termasuk keyakinan fundamental yang tidak bisa disamakan. Mengatakan bahwa semua agama sama seperti menghapus atau menolak fakta, padahal kenyataannya semua agama berbeda, dan bisa dianggap tidak menghormati identitas agama lain. Seorang Nasrani, misalnya, tidak mungkin menganggap agama mereka sama dengan agama Islam karena perbedaan mendasar dalam konsep ketuhanan.
Dan hal ini sudah ditegaskan dalam buku-buku para ahli seperti Karen Armstrong, yang mengatakan dalam bukunya yang berjudul “The case of God”, “Each of the major world religions has its own genius, and we must approach each one in its own terms if we are to understand what it has to teach us”. Dari sini kita pahami bahwasanya setiap agama memiliki ciri khas masing-masing dalam berbagai aspek yang tidak bisa disamakan satu sama lain.
Menganggap semua agama sama bukanlah toleransi, tetapi sebuah penyimpangan dari ajaran Islam dan ini kebodohan. Toleransi sejati dalam Islam berarti menghormati hak setiap individu untuk beragama, tanpa mengorbankan aqidah tauhid. Sebagai muslim, kita harus yakin bahwa hanya Islam yang benar dan diterima di sisi Allah azza wa jalla.
Semoga kita senantiasa istiqamah dalam menjaga aqidah dan tetap menjunjung tinggi ajaran Islam tanpa menyimpang dari jalan yang lurus. Wallahu a’lam.
Toko grosir kitab online - kitab tashrif - fikar store