Nahwu Wadhih - Tidaklah diragukan lagi bahwasanya nasihat merupakan tanda kasih sayang dan kepedulian di antara sesama. Namun, sering kali hati kita terasa berat ketika seseorang memberi nasihat atau mengingatkan kesalahan kita. Padahal, orang yang menasihati kita sebenarnya sedang menunjukkan perhatian dan cinta yang tulus, ingin agar kita terhindar dari keburukan dan kembali berjalan di jalan yang benar.
Perhatikan Sikap Salaf Terhadap Nasihat!
Imam Ibnu Qudamah Al Maqdisi rahimahullah berkata:
"Adalah Salafush-shalih itu, mereka sangat mencintai orang-orang yang mengingatkan kepada mereka atas dosa dan keburukan yang mereka kerjakan."
Sikap para salaf terhadap nasihat sangatlah mulia. Mereka menghargai orang-orang yang mengingatkan kesalahan mereka dan melihat nasihat itu sebagai bentuk rahmat dan kepedulian. Berbeda dengan kondisi kita hari ini, di mana justru orang yang paling kita benci adalah mereka yang menegur atau mengingatkan aib kita. Ini adalah tanda lemahnya iman dan jauhnya hati dari akhlak mulia.
Mengapa Kita Harus Menerima Nasihat dengan Lapang Dada?
Bayangkan jika ada seseorang yang memberitahu bahwa di balik pakaian kita ada terhinggap seekor kalajengking. Kita pasti akan bersyukur dan memuji orang tersebut karena telah menyelamatkan kita dari bahaya yang nyata. Bukankah dosa dan akhlak buruk lebih berbahaya daripada kalajengking? Karena dosa bisa merusak hati, mengundang murka Allah, dan mencelakakan kita di dunia dan akhirat.
Sebagaimana yang dikatakan Ibnu Qudamah rahimahullah:
"Kalaulah ada seseorang yang memberi tahu kepada kita bahwa dibalik pakaian kita ada seekor kalajengking, niscaya akan kita beri kepadanya sanjungan dan segera membunuh hewan tersebut. Padahal akhlak yang jelek dan dosa itu lebih berbahaya daripada kalajengking!"
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kita untuk saling menasihati dan memperbaiki satu sama lain. Firman-Nya:
وَلْتَكُن مِّنكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung."
(QS. Ali Imran: 104)
Mereka yang menyampaikan nasihat demi kebaikan kita adalah orang-orang yang ingin menyelamatkan kita dari keburukan. Mengabaikan nasihat mereka sama saja dengan menolak kesempatan untuk memperbaiki diri. Inilah ciri khas dari sombong.
Sikap terbaik ketika diingatkan atas kesalahan adalah mengakui tulus dari dalam hati dan segera memperbaiki diri. Sahabat Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata:
وَمُرَاجَعَةُ الْحَقِّ خَيْرٌ مِنَ التَّمَادِي فِي الْبَاطِلِ
"Rujuk kepada kebenaran itu lebih baik daripada berlama-lama di dalam kebatilan."
(HR. Al Baihaqi no. 20324)
Mengakui kesalahan bukanlah tanda kelemahan, melainkan tanda kedewasaan, kebijaksanaan, dan kekuatan iman. Sebaliknya, berlama-lama dalam kesalahan adalah awal dari kehancuran.
Setiap kali seseorang menegur atau mengingatkan kita, lihatlah nasihat itu sebagai peluang untuk memperbaiki diri. Jadikan nasihat sebagai cermin yang menunjukkan kekurangan kita. Dengan demikian, kita dapat memperbaiki akhlak, menambah amal saleh, dan mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Maka dari itu,
Jangan pernah sakit hati terhadap orang yang menasihati kekeliruan kita. Ingatlah bahwasanya nasihat merupakan bentuk kasih sayang dan kepedulian. Terimalah nasihat dengan hati yang lapang dan bersyukurlah karena Allah masih memberikan kita kesempatan untuk berubah. Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang rendah hati, yang selalu menerima kebenaran dan senantiasa berusaha memperbaiki diri.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Kitab Nahwu Wadhih - Fikar Store