My Blog

  • 27-01-2025

Mencetak Niat yang Benar dalam Beramal

Kitab tashrif -  Niat adalah inti dari setiap amal yang kita lakukan. Kualitas dan keberkahan suatu amalan sangat bergantung pada niat yang mendasarinya. Jika niat kita baik dan ikhlas karena Allah, maka amal itu bernilai ibadah. Sebaliknya, jika niat kita tercampur dengan tujuan duniawi atau ingin dipuji manusia, maka amal tersebut bisa kehilangan nilai di sisi Allah. 

Rasulullah ﷺ bersabda: 

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ 

“Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian, tetapi Allah melihat pada hati dan amalan kalian.” 

(HR. Muslim no. 2564) 

Hadits ini menegaskan bahwa Allah tidak menilai seseorang berdasarkan penampilan atau harta bendanya, tetapi berdasarkan keikhlasan hati dan kebaikan amal perbuatannya. 

Keikhlasan berasal dari niat, niat adalah dasar utama dalam setiap perbuatan. Rasulullah ﷺ bersabda: 

إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى 

“Sesungguhnya amal itu tergantung niatnya, dan seseorang akan mendapatkan sesuai dengan niatnya.” 

(HR. Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907) 

Hadits ini menunjukkan bahwa amal tanpa niat yang benar tidak akan diterima. Bahkan, dua orang yang melakukan perbuatan yang sama bisa mendapatkan hasil yang berbeda di sisi Allah, tergantung dari niat mereka. 

Misalnya: 

Seseorang bersedekah dengan niat ingin mendapatkan pahala dari Allah → maka ia akan mendapat pahala. 

Seseorang bersedekah dengan niat ingin dipuji oleh orang lain → maka amalnya sia-sia karena termasuk riya’. 

Kemudian keadaan hati, keadaan hati sangat menentukan kualitas amal seseorang. Rasulullah ﷺ bersabda: 

أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ الْقَلْبُ 

“Ketahuilah, bahwa di dalam jasad ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati.” 

(HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599) 

Hati adalah pusat kendali seluruh amal kita. Jika hati kita dipenuhi keikhlasan dan niat yang benar, maka semua amal yang kita lakukan akan baik dan bernilai ibadah. Namun, jika hati kita dipenuhi niat buruk seperti riya’ (ingin dipuji) atau sum’ah (ingin dikenal), maka amal kita bisa menjadi sia-sia. 

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: 

“Hati adalah raja anggota tubuh, dan anggota tubuh adalah pasukannya. Jika rajanya baik, maka baik pula pasukannya. Jika rajanya buruk, maka buruk pula pasukannya.” 

Ketika beramal, seseorang bisa memiliki sasaran amal dan motivasi amal, yang perlu kita bedakan: 

Sasaran Amal Ibadah 

Jika amal ibadah ditujukan kepada selain Allah, maka itu termasuk syirik besar, seperti berdoa atau sujud kepada selain Allah. 

Contoh: seseorang menyembelih hewan kurban untuk persembahan kepada selain Allah. 

Motivasi dalam Beramal 

Jika motivasi amal bukan karena Allah, tetapi ingin dipuji orang lain, maka itu termasuk syirik kecil, seperti riya’ dan sum’ah. 

Contoh: seseorang shalat tahajud agar disebut sebagai orang shalih, bukan karena mengharap pahala dari Allah. 

Menurut para ulama, niat memiliki beberapa fungsi utama dalam beramal: 

Menentukan arah motivasi amal → Apakah ikhlas karena Allah atau ingin dipuji manusia? 

Membedakan antara satu amal dengan amal lainnya → Misalnya, niat membedakan antara shalat wajib Subuh dengan shalat sunnah Qabliyah Subuh. 

Membedakan antara ibadah dan kebiasaan → Misalnya, mandi biasa berbeda dengan mandi wajib junub atau mandi sunnah Jumat. 

Ibnu Rajab rahimahullah menjelaskan: 

_“Niat dalam amal memiliki dua makna: 

Pertama, untuk membedakan jenis ibadah, seperti membedakan antara shalat fardhu dan sunnah, atau antara puasa Ramadan dan puasa sunnah. 

Kedua, untuk menentukan tujuan amal, apakah karena Allah semata atau untuk tujuan duniawi.”_ 

(Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 1/28-29) 

Dengan demikian, niat bukan hanya sekadar ucapan, tetapi harus dipahami dan dihadirkan dalam hati sebelum melakukan amal. 

Niat yang baik harus didasarkan pada ilmu agar amal yang kita lakukan benar-benar sesuai dengan tuntunan syariat. 

Sufyan ats-Tsauri rahimahullah berkata: 

إِنْ اسْتَطَعتَ ، أَلَّا تَحُكَّ رَأسَكَ إِلَّا بِأَثَرٍ فَافعَلْ 

“Jika kamu mampu untuk tidak menggaruk kepalamu kecuali jika ada dalilnya, maka lakukanlah.” 

(Al-Jami’ li Akhlaq ar-Rawi wa Adab as-Sami’, Khatib al-Baghdadi) 

Ungkapan ini menunjukkan pentingnya ilmu dalam beramal, sehingga kita tidak melakukan sesuatu tanpa dasar syariat. 

Maka poin-poin yang harus kita pahami: 

  • Niat adalah dasar utama dalam setiap amal. Jika niatnya baik, maka amalnya akan diterima oleh Allah. 
  • Hati adalah pusat kendali amal. Jika hati baik, maka seluruh amal akan baik. Jika hati rusak, maka amal juga akan rusak. 
  • Bedakan antara sasaran amal dan motivasi amal. Jika amal ditujukan kepada selain Allah, itu syirik besar. Jika motivasi amal karena selain Allah, itu syirik kecil. 
  • Niat memiliki tiga fungsi utama: menentukan keikhlasan, membedakan jenis amal, dan membedakan ibadah dengan kebiasaan. 
  • Niat harus didasarkan pada ilmu agar amal yang dilakukan benar dan sesuai syariat. 

Mari kita selalu memperbaiki niat kita dalam setiap amal agar mendapatkan ridha Allah. Semoga Allah menjadikan kita hamba-hamba yang selalu ikhlas dalam beribadah kepada-Nya. Aamiin. 

Allahu Ta’ala a’lam bish-shawab. 

Toko grosir kitab online - kitab tashrif - fikar store        

 

 

admin
Admin