Kitab tashrif - Dalam kanvas kehidupan, setiap Muslim berusaha menggambar jalur yang lurus menuju ridho Allah dan kebahagiaan di akhirat. Ibnul Qoyyim rahimahullah, seorang ulama besar, memberikan nasihat berharga tentang bagaimana mencapai tujuan mulia ini dengan “memenjara” dua hal penting dalam diri kita. Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata,
“Orang yang mencari ridho Allah dan negeri akhirat tidak akan lurus perjalanan dan pencariannya kecuali dengan memenjara dua hal yaitu, memenjara kalbunya dalam pencarian dan tujuannya, menjaga agar tidak berpaling pada yang selainnya, kemudian memenjara lisannya dari apa yang tak bermanfaat, menjaga agar senantiasa berdzikir kepada Allah dan yang menambah iman serta ilmunya, demikian pula memenjara anggota badannya dari maksiat dan syahwat, juga menjaganya melaksanakan kewajiban dan amalan sunah”.
Memenjara Hati dalam Pencarian dan Tujuan
Hati adalah pusat emosi dan niat, tempat keinginan dan tujuan bersarang. Untuk mencari ridho Allah azza wa jalla, hati harus dijaga agar tidak teralihkan oleh hal-hal yang tidak bermanfaat atau yang dapat mengganggu pencarian kita. Ini berarti hati harus dipenuhi dengan kecintaan kepada Allah dan keinginan untuk mencapai kebahagiaan abadi di akhirat, bukan terikat pada kenikmatan dunia yang fana.
Memenjara Lisan dari yang Tak Bermanfaat
Lisan memiliki kekuatan yang luar biasa; bisa menjadi alat kebaikan atau keburukan. Ibnul Qoyyim menekankan pentingnya menjaga lisan dari perkataan yang tidak bermanfaat. Sebaliknya, lisan harus digunakan untuk berdzikir kepada Allah, yang akan menambah iman dan ilmu kita. Dzikir yang tulus dan ilmu yang bermanfaat akan menjadi cahaya yang menerangi jalan kita menuju Allah.
Menjaga Anggota Badan dari Maksiat dan Syahwat
Selain hati dan lisan, anggota badan juga harus dijaga dari perbuatan maksiat dan syahwat yang dapat mengotori jiwa. Menjaga anggota badan berarti melaksanakan kewajiban-kewajiban Islam dan amalan sunah, serta menjauhi segala yang dilarang oleh Allah.
Dengan demikian, perjalanan menuju Allah subhanahu wa ta’ala adalah perjalanan yang membutuhkan kesabaran dan ketekunan. Selain itu, Imam Ibnu Rojab Al Hanbali, seorang ulama yang bijaksana, juga mengingatkan kita tentang nilai dan kedudukan diri kita sebagai manusia. Dalam kitab “Lathoiful Ma’arif”, beliau menyampaikan bahwa manusia adalah makhluk pilihan yang telah diberikan kelebihan berupa akal untuk mengenal Allah dan memahami ayat-ayat-Nya. Kita diciptakan dengan potensi yang luar biasa dan surga telah disiapkan bagi kita.
Namun, semua ini menuntut tanggung jawab besar. Kita tidak boleh menghinakan diri kita dengan maksiat karena hal itu akan menurunkan kedudukan kita, bahkan lebih rendah dari binatang ternak. Kita harus menyadari bahwa kemuliaan sejati hanya dapat dicapai dengan menghambakan diri kepada Allah saja. Semakin kita tunduk dan patuh kepada-Nya, semakin mulia kita di hadapan-Nya.
Ketaatan kepada Allah bukan hanya menunjukkan penghormatan dan ketundukan penghambaan kita kepada pencipta, tetapi juga merupakan ekspresi dari penghargaan kita terhadap diri sendiri. Kita harus menjaga martabat kita dengan menjauhi maksiat dan berusaha untuk selalu berada dalam koridor yang telah ditentukan oleh Allah ‘Azza wajalla.
Ketika kita menggabungkan kedua nasihat ini, kita mendapatkan formula yang kuat untuk kehidupan yang diberkahi, menjaga diri kita dalam ketaatan dan menghargai kedudukan kita sebagai manusia dengan menjauhkan diri dari pada maksiat. Dengan demikian, kita tidak hanya akan mencapai kebahagiaan di dunia ini tetapi juga mempersiapkan diri untuk kebahagiaan yang abadi di akhirat. Wallahu a’lam.
Toko grosir kitab online - kitab tashrif - fikar store