Nahwu Wadhih - Setiap insan membutuhkan momen untuk berhenti sejenak dan melihat ke dalam dirinya sendiri, sebuah proses yang kita kenal dengan muhasabah diri. Ibnul Qoyyim rahimahullah telah memberikan penjelasan berharga tentang betapa pentingnya muhasabah ini dalam memperbaiki hubungan kita dengan Allah Ta'ala, dan memurnikan niat kita dalam segala amalan.
Pertama, muhasabah harus dilakukan pada segala kewajiban yang diperintahkan oleh Allah Ta'ala. Apabila seseorang menyadari ada kekurangan dalam pelaksanaan kewajibannya, seperti shalat atau puasa, hendaknya ia segera menutupi kekurangan tersebut dengan meng-qadha (mengganti) atau memperbaikinya. Kekurangan dalam kewajiban adalah hal yang perlu segera ditindaklanjuti karena ia berhubungan dengan hak Allah yang harus kita penuh
Setelah melakukan muhasabah pada kewajiban, hendaknya seseorang memeriksa dirinya terhadap segala hal yang dilarang dalam syariat. Jika seseorang menyadari bahwa ia telah jatuh dalam dosa atau larangan, langkah selanjutnya adalah memperbaikinya dengan bertaubat kepada Allah, memperbanyak istighfar, serta melakukan amal-amal kebaikan yang dapat menghapus dosa tersebut. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
"Bertakwalah kepada Allah di mana pun kamu berada, dan iringilah keburukan dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapusnya, dan pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi)
Kelalaian terhadap tujuan hidup adalah hal yang perlu disadari dan diperbaiki. Apabila kita melupakan tujuan penciptaan kita, yakni beribadah kepada Allah, maka hendaknya kita kembali memperbaikinya dengan memperbanyak dzikir dan menghadapkan hati kepada Allah Ta'ala. Kesibukan dunia sering membuat kita lalai dari mengingat Allah, padahal ketenangan sejati hanya akan dirasakan oleh hati yang senantiasa berdzikir kepada-Nya.
Allah Ta'ala berfirman:
اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُ
"Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra'd: 28)
Setiap gerak-gerik anggota tubuh kita, mulai dari lisan, tangan, hingga langkah kaki—seharusnya menjadi bagian dari muhasabah kita. Pertanyaan yang harus selalu kita ajukan pada diri sendiri adalah:
Apa yang aku inginkan dengan melakukan ini?
Mengapa aku melakukannya?
Bagaimana aku melakukannya?
Pertanyaan-pertanyaan ini membimbing kita untuk memastikan setiap amalan sesuai dengan dua aturan penting: keikhlasan dan mutaba'ah (mengikuti contoh Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam). Aturan pertama berhubungan dengan niat, apakah amalan tersebut dilakukan karena Allah semata atau ada niat duniawi di baliknya. Sementara itu, aturan kedua adalah tentang tata cara, apakah amalan tersebut sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam atau tidak.
Dalam kitab Ighotsatul Lahafan, Ibnul Qoyyim mengingatkan bahwa keikhlasan dan mutaba'ah adalah kunci diterimanya amalan. Tanpa keduanya, segala usaha kita hanya akan sia-sia. Maka dari itu, muhasabah diri adalah upaya untuk memastikan bahwa setiap amalan yang kita lakukan benar-benar bernilai di sisi Allah.
Muhasabah diri adalah proses yang tidak dapat diabaikan dalam perjalanan hidup seorang Muslim. Dengan muhasabah, kita dapat mengetahui kekurangan-kekurangan kita dalam melaksanakan kewajiban, menjaga diri dari larangan, memperbaiki kelalaian, serta menata niat dalam setiap amalan. Semoga Allah Ta'ala senantiasa membimbing kita untuk menjadi hamba yang selalu memperbaiki diri dan mendekatkan hati kepada-Nya.
Mari kita mulai pagi ini dengan muhasabah diri, dan semoga setiap langkah kita hari ini diridhoi oleh Allah Ta'ala. Aamiin.
Kitab Nahwu Wadhih - Fikar Store