Nahwu Wadhih - Setiap hamba yang beriman pasti mengalami berbagai ujian dan cobaan dalam hidupnya. Dalam menghadapi hal-hal yang sulit dan berat, seringkali hati kita bertanya-tanya, "Mengapa ini harus terjadi padaku?" Namun, pelajaran dari Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu mengingatkan kita bahwa mempertanyakan takdir Allah bukanlah jalan yang benar. Beliau berkata:
"Lebih baik aku menggigit bara api hingga dingin daripada aku mengatakan tentang takdir yang Allah telah tentukan, ‘seandainya itu tidak terjadi..’" (Az Zuhd no. 128 – Imam Abu Dawud)
Ini adalah ungkapan betapa kuatnya keyakinan dan penerimaan beliau terhadap takdir Allah azza wa jalla. Mengeluh atau mempertanyakan ketetapan Allah menunjukkan ketidakpuasan yang berlawanan dengan sikap seorang mukmin sejati.
Sesungguhnya Allah azza wa jalla telah menentukan segala takdir dengan ilmu dan hikmah-Nya. Ilmu Allah maha sempurna dan tidak terbatas, sementara ilmu manusia hanyalah setetes dari samudra kebijaksanaan yang amat luas. Setiap keputusan Allah pastilah memiliki hikmah, meskipun hikmah tersebut tidak selalu bisa kita pahami. Mengkritik keputusan Allah berarti kita merasa tahu lebih baik daripada Sang Pencipta, yang jelas merupakan kesalahan besar.
Sebagaimana Allah Ta'ala berfirman:
وَعَسٰٓى اَنْ تَكْرَهُوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ خَيْرٌ لَّكُمْ ۚ وَعَسٰٓى اَنْ تُحِبُّوْا شَيْـًٔا وَّهُوَ شَرٌّ لَّكُمْ ۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَاَنْتُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ
"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal itu amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 216)
Tugas kita sebagai hamba adalah legowo yaitu, menerima dengan sabar dan ridho terhadap ketentuan Allah yang maha tahu. Sikap sabar adalah bukti kekuatan iman, sementara ridho adalah wujud keyakinan bahwa apa pun yang Allah takdirkan adalah yang terbaik untuk kita. Tidak ada satu pun takdir yang ditentukan-Nya dengan maksud menzalimi hamba-hamba-Nya. Justru, segala sesuatu yang terjadi memiliki tujuan untuk menguji keimanan dan mengangkat derajat kita di sisi-Nya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
اَلْمُؤْمِنُ اَلْقَوِيُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلىَ اللَّهِ مِنَ الْمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ، وَفِيْ كُلٍّ خَيْرٍ، اِحْرِصْ عَلىَ ماَ يَنْفَعُكَ، وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ، وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ فَلاَ تَقُلْ لَوْ أَنِّيْ فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ:* قَدَّرَ اللَّهُ وَماَ شَاءَ فَعَلَ،* فَإِنَّ لَوْ تَـفْتَـحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ.
"Mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang mukmin yang lemah, namun pada masing-masing (dari keduanya) ada kebaikan. Bersemangatlah terhadap hal-hal yang berguna bagimu, mohonlah pertolongan kepada Allah, dan jangan menjadi lemah. Jika kamu ditimpa sesuatu, jangan berkata seandainya aku berbuat begini, maka akan begini dan begitu, tetapi katakanlah: ‘Allah telah menakdirkan, dan kehendak oleh Allah pasti dilakukan.’ Sebab kata ‘seandainya’ itu dapat membuka perbuatan setan.” (HR. Muslim)
Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan bahwa kita harus memiliki semangat dalam menghadapi kehidupan, tidak menyerah kepada keadaan, dan selalu mengandalkan pertolongan Allah. Mengucapkan "seandainya" hanya akan membuka jalan bagi syaitan untuk membisikkan rasa tidak puas dan kekecewaan yang dapat merusak keimanan kita.
Dalam menghadapi kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan, sebagian orang mungkin merasa menyesal dan mengeluh dengan mengatakan "seandainya itu tidak terjadi" atau "seandainya aku berbuat seperti ini". Namun, pernyataan seperti itu menunjukkan ketidakpuasan terhadap ketetapan Allah dan dapat merusak tauhid kita.
Ibnu Mas'ud mengingatkan bahwa ia lebih memilih menggigit bara api hingga bara itu menjadi dingin daripada mengucapkan kata-kata yang menunjukkan ketidakpuasan terhadap takdir Allah. Ini adalah teladan bagi kita untuk menerima segala yang Allah takdirkan dengan lapang dada dan meyakini bahwa di balik segala ujian ada kebaikan yang tersembunyi.
Takdir Allah adalah bagian dari rencana besar yang tidak sepenuhnya dapat kita pahami. Namun, keyakinan bahwa Allah selalu menginginkan yang terbaik bagi hamba-Nya adalah fondasi bagi setiap Muslim dalam menghadapi ujian hidup. Dengan bersabar dan ridho, kita membuktikan keimanan kita kepada Allah dan menunjukkan bahwa kita percaya sepenuhnya pada kebijaksanaan-Nya.
Semoga Allah Ta'ala menjadikan kita sebagai hamba yang sabar dan ridho atas segala ketentuan-Nya, serta menjauhkan kita dari godaan syaitan yang membisikkan rasa tidak puas dan penyesalan. Aamiin.
Kitab Nahwu Wadhih - Fikar Store