Arabiyah linnasyiin - Dalam kehidupan yang serba plural, seorang muslim dihadapkan pada berbagai interaksi dengan pemeluk agama lain. Salah satu isu yang sering menjadi perdebatan adalah soal mengucapkan selamat pada hari raya non-muslim. Meskipun niatnya tampak sederhana, sekadar formalitas atau menjaga hubungan baik, hal ini memiliki dimensi akidah yang perlu berulang kali untuk dibahas.
Larangan Berdasarkan Ijma’ Ulama,
Larangan mengucapkan selamat pada hari raya non-muslim merupakan hasil ijma’ (kesepakatan) para ulama, sebuah hujjah yang tidak boleh diabaikan. Al-Qadhi Abu Ya’la rahimahullah menyatakan:
“Ijma’ adalah hujjah yang pasti, wajib kembali padanya dan diharamkan menyelisihinya.”
(Al-‘Uddah 4/1058)
Ibnul Qayyim rahimahullah juga menegaskan:
“Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti ucapan selamat Natal), hukumnya adalah haram berdasarkan kesepakatan ulama.”
(Ahkam Ahli Dzimmah, 1:441)
Ini termasuk ucapan seperti “Semoga hari raya ini menjadi hari yang berkah bagimu.” Meskipun terlihat sederhana, ucapan seperti itu dinilai sebagai bentuk pengakuan atau pengagungan terhadap syi’ar kekufuran.
Kemudan kita lihat sikap Sahabat Umar bin Khattab radhiallahu ‘anhu:
Sahabat Umar radhiallahu ‘anhu memberikan contoh sikap nyata terhadap hari raya non-muslim. Beliau berkata:
“Jauhilah orang-orang kafir saat hari raya mereka.”
(Al-Baihaqi)
Larangan ini menunjukkan pentingnya menjaga jarak dari segala bentuk pengagungan terhadap perayaan agama lain, termasuk dengan ucapan selamat.
Islam adalah agama yang menjunjung tinggi toleransi. Namun, toleransi dalam Islam tidak berarti mengorbankan akidah. Kita diperintahkan untuk menghormati keberadaan agama lain, tanpa ikut serta dalam kegiatan keagamaan mereka.
Menghormati bukan berarti mengucapkan selamat atas perayaan yang bertentangan dengan keyakinan tauhid kita. Hal ini ditegaskan oleh Al-Munawi rahimahullah:
“Barang siapa yang mengagungkan hari raya orang musyrik karena hari itu adalah hari raya mereka, maka dia telah kafir.”
(Faidhul Qadiir, 4/511)
Jadi ulama mana yang memperbolehkan mengucapkan selamat pada hari raya agama non muslim kecuali ulama zaman sekarang?
Larangan mengucapkan selamat pada hari raya non-muslim bukanlah sikap intoleran, melainkan bentuk penjagaan akidah yang telah disepakati para ulama. Sebagai muslim, kita harus kuat dalam memegang prinsip ini tanpa merendahkan atau mencela agama lain.
Tidak ikut mengucapkan selamat bukanlah bentuk intoleransi. Toleransi dalam Islam berarti:
Tidak mengganggu ibadah atau perayaan agama lain.
Tidak mencela ajaran agama lain.
Tidak ikut serta dalam ritual atau perayaan keagamaan mereka.
Kita menghormati keberadaan mereka sebagai sesama manusia, tetapi tetap menjaga batasan akidah. Mengucapkan selamat hari raya bagi agama lain bisa dianggap sebagai pengakuan atas keyakinan mereka, yang bertentangan dengan prinsip tauhid.
Semoga Allah memudahkan kita untuk selalu menjaga akidah dan memberikan pemahaman yang benar dalam menjalani kehidupan bermasyarakat yang penuh perbedaan. Wallahu a’lam.
Kitab Bahasa Arab - Arabiyah linnasyiin – Fikar store