Kitab tashrif - Setiap hamba Allah yang beriman pasti mendambakan amal ibadahnya diterima di sisi Allah. Sebagai manusia yang begitu banyak kekurangan dan kelalaian, terkadang kita terlalu percaya diri bahwasanya amalan yang kita lakukan pasti akan diterima, tanpa ada rasa khawatir atau introspeksi diri. Padahal, para salafus shalih, generasi terbaik umat ini, justru sangat khawatir apakah amal ibadah mereka diterima oleh Allah atau tidak, meski amal mereka begitu banyak dan berkualitas.
Ibnu Diinar pernah mengatakan, “Tidak diterimanya amalan lebih aku khawatirkan daripada banyak beramal.” Ini menunjukkan bahwa kualitas dan penerimaan amalan jauh lebih penting dibandingkan kuantitasnya. Para ulama dan generasi terdahulu sangat berhati-hati dalam menjaga niat dan keikhlasan, sebab mereka memahami betapa pentingnya amal yang diterima oleh Allah. Sebanyak apapun amal yang dilakukan, jika tidak diterima, semuanya akan sia-sia.
Abdul Aziz bin Abi Rawwad juga pernah berkata, "Saya menemukan para salaf begitu semangat untuk melakukan amalan shalih. Apabila telah melakukannya, mereka merasa khawatir apakah amalan mereka diterima ataukah tidak." Kekhawatiran ini bukan karena kurangnya keyakinan, tetapi karena kecintaan mereka kepada Allah yang begitu besar, sehingga mereka tidak ingin amalan mereka bercampur dengan kesalahan atau kekurangan yang bisa menyebabkan ditolaknya amalan tersebut.
Sebagian ulama bahkan menceritakan bahwa para salaf memohon kepada Allah selama enam bulan sebelum Ramadhan, agar bisa dipertemukan dengan bulan suci tersebut. Lalu setelah Ramadhan berlalu, selama enam bulan berikutnya, mereka terus memohon kepada Allah agar amal ibadah mereka selama Ramadhan diterima. Hal ini menggambarkan betapa besarnya perhatian mereka terhadap penerimaan amalan, bukan sekadar melaksanakan amalan itu sendiri.
Kekhawatiran ini juga tercermin dari perkataan ‘Umar bin Abdul Aziz ketika berkhutbah pada hari raya Idul Fitri. Beliau mengatakan, “Wahai sekalian manusia, kalian telah berpuasa selama 30 hari. Kalian pun telah melaksanakan shalat tarawih setiap malamnya. Kalian pun keluar dan memohon pada Allah agar amalan kalian diterima. Namun sebagian salaf malah bersedih ketika hari raya Idul Fitri." Ketika orang-orang bersuka cita dengan datangnya hari raya, para salaf justru menangis dan merasa khawatir apakah amalan mereka selama Ramadhan diterima oleh Allah atau tidak.
Kekhawatiran ini bukan tanpa alasan. Dalam Al-Qur'an, bahwasanya Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
اِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّٰهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ
"Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang-orang yang bertakwa."
(QS. Al-Ma'idah: 27)
Ayat ini menunjukkan bahwa tidak semua amal diterima oleh Allah. Hanya amal yang dilakukan dengan ketakwaan, keikhlasan, dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang akan diterima. Para salaf sangat menyadari hal ini, sehingga mereka selalu mengoreksi niat dan amal mereka, serta selalu merasa khawatir apakah mereka sudah memenuhi syarat-syarat tersebut.
Sebaliknya, kita yang hidup di zaman ini seringkali merasa terlalu percaya diri bahwa amal ibadah kita pasti diterima. Padahal, amal yang kita lakukan mungkin jauh dari standar para salaf. Bukan hanya sedikit, tetapi juga seringkali tidak disertai dengan rasa khusyuk, ikhlas, atau bahkan tidak sesuai dengan tuntunan syariat.
Berikut adalah beberapa langkah yang bisa kita lakukan untuk memastikan agar amalan kita diterima oleh Allah:
Pastikan setiap amal ibadah yang kita lakukan semata-mata hanya karena Allah. Jangan sampai ada riya’ (ingin dipuji) atau sum’ah (ingin didengar orang lain) dalam ibadah kita.
Pastikan amal yang kita lakukan sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Amalan yang tidak sesuai dengan sunnah berpotensi ditolak meskipun niatnya baik.
Jangan merasa puas atau sombong dengan amalan yang sudah kita lakukan. Sebaliknya, selalu khawatir dan berharap agar Allah menerima amalan kita.
Setelah beramal, selalu iringi dengan doa agar Allah menerima amalan kita. Seperti yang dilakukan oleh para salaf, mereka terus memohon kepada Allah agar amalan mereka diterima setelah Ramadhan berlalu.
Seperti disebutkan dalam ayat Al-Qur'an, Allah hanya menerima amal dari orang-orang yang bertakwa. Maka tingkatkan ketakwaan kita dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Kekhawatiran para salaf terhadap penerimaan amalan mereka adalah pelajaran besar bagi kita. Amalan yang diterima oleh Allah bukanlah hal yang sepele. Tidak cukup hanya banyak beramal, tetapi kualitas, keikhlasan, dan kesesuaiannya dengan syariat juga menjadi faktor penentu diterima atau tidaknya amal tersebut. Mari kita selalu menjaga niat dan amal ibadah kita, serta tidak merasa puas sebelum mendapatkan ridha dan penerimaan dari Allah.
Semoga Allah menerima setiap amal yang kita lakukan dan memberikan kita kebahagiaan dunia serta akhirat. Taqobbalallahu minna wa minkum, semoga Allah menerima amalan kita dan amalan kalian. Aamiin.
Toko grosir kitab online - kitab tashrif - fikar store