My Blog

  • 10-11-2022

Kenapa Harus Belajar Ilmu Musthalah Hadis?

Ilmu Musthalah al-Hadis – Salah satu kebingungan yang dirasakan umat muslim saat mempelajari hukum Islam – apalagi yang tidak tertera dalam Al-Qur’an dan hanya berada dalam hadis – adalah perbedaan atau ketidaksamaan. Kadangkala suatu organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam tertentu menggunakannya, kadang pula ormas yang lain tidak menggunakan.  

Salah satu penyebab dari masalah praktik ibadah atau perbuatan tertentu yang berbeda dalam hal ini dapat diindikasikan dari dalil keabsahan hadis. Sebagaimana diuraikan Mahmud Thahhan dalam karyanya “Taisīru Muṣthalah al-Hadīṣ”, hadis yang merupakan perkataan, perbuatan, atau diamnya Nabi Muhammad SAW banyak sekali model dan cara periwayatannya. Tidak setiap ormas Islam memiliki standar yang sama untuk menerima model dan cara periwayatan suatu hadis. 

Sebagai contoh yang biasa ditemukan adalah perbedaan sikap antara Nahdlatul Ulama’ (NU) dan Muhammadiyah dalam memandang suatu hukum berdasarkan kriteria hadis. Muhammadiyah pada satu sisi menganggap bahwa hadis dhaif tidak dapat menjadi legitimasi suatu hukum, adapun NU di sisi yang lainnya menganggap bahwa hadis dhaif dalam keadaan tertentu dapat menjadi legalitas dan legitimasi penerapan suatu hukum.  

Contoh kasus yang biasa diketahui adalah membacakan Surat Yāsin bagi orang yang meninggal. Muhammadiyah dalam perkara ini tidak melaksanakan (pembacaan Surat Yāsin), akan tetapi NU melaksanakannya. Sebenarnya masih banyak sekali contoh penggunaan hadis dhaif yang oleh ormas satu gunakan, sedang ormas lainnya tidak menggunakannya. Namun demikian, hal terpenting adalah memahami ilmu-ilmu tentang hadis tersebut yang tercantum dalam lingkup kajian Muṣthalah al-Hadīṣ. 

Mahmud Thahhan mengartikan bahwa ilmu mushtalah hadist adalah ilmu terkait pokok-pokok serta kaidah-kaidah yang digunakan untuk mengetahui kondisi jalur periwayatan (sanad) dan substansi (matan) hadis untuk kemudian diterima atau ditolak. Jalur periwayatan (sanad) mengindikasikan bahwa hadis akan semakin terpercaya, apabila orang yang mendengar ataupun mengetahui secara langsung hadis Rasulullah tersebut semakin banyak, terpercaya, dan tidak terputus. 

Sebagaimana yang sudah lazim diketahui bahwa penulisan hadis barulah terjadi hampir 100 tahun pasca wafatnya Nabi Muhammad, yakni pada zaman Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Satu-satunya cara yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi keabsahan hadis adalah dengan jalan memeriksa sanad-nya. Berapa banyak orang yang melihat, menyaksikan, ataupun mendengarkan hadis tersebut? Seberapa terpercaya orang yang mengetahui hadis tersebut? Serta apakah terputus atau tidak periwayatan dari satu masa atau generasi terhadap generasi yang lainnya? 

Ditinjau dari segi matan-nya, maka suatu hadis perlu ditinjau dan dikaji perihal isi, sehingga dengannya ketentuan yang telah disunnahkan Nabi Muhammad dapat terlaksana secara tepat. Peninjauan terhadap isi ini dimaksudkan untuk menguji konteks, keabsahan, dan konsistensi hukum yang tercantum dalam suatu hadis. Sebagaimana dahulu Aisyah pernah menolak hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah tentang seseorang yang meninggal kemudian ditangisi oleh keluarganya, maka si meninggal itu akan masuk neraka. 

Aisyah menjelaskan bahwa konteks matan dari hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah tidaklah benar, sebab pada dasarnya bertentangan dengan ketentuan Al-Qur’an yang menyebutkan bahwa seseorang tidak dapat memikul dosa orang lain. Aisyah pun menjelaskan bahwa, kondisi asli dari matan hadis tersebut adalah percuma menangisi keluarga menangisi seorang Yahudi yang pada dasarnya akan masuk neraka. 

Berdasarkan rangkaian contoh atas ilmu muṣthalah al-hadīṣ di atas, tentu urgensinya bagi seluruh umat muslim dapat terlihat pula. Sekurang-kurangnya, seluruh dasar dan pokok pembahasan ilmu muṣthalah al-hadīṣ telah disistemasikan oleh Mahmud Thahhan dalam buku Taisīru Muṣthalah al-Hadīṣ. untuk mendapatkan buku taisir musthalah hadist anda dapat klink link berikut alfikar.com

nabil nizam S.H.,
Admin