Kitab tashrif - Iman merupakan anugerah paling berharga yang menjadi sumber ketenangan bagi manusia. Namun, banyak di antara kita yang seringkali lebih memprioritaskan hal-hal duniawi yang bersifat sementara dibandingkan dengan bekal akhirat yang kekal. Fenomena ini adalah tanda-tanda lemahnya iman, ketika kita lebih terikat pada dunia dibandingkan dengan janji-janji Allah yang lebih baik dan kekal. Berikut ini adalah beberapa nasihat dari para ulama dan dalil-dalil dari Al-Quran serta Hadis untuk menguatkan iman dan menjaga keseimbangan hidup.
Salah satu tanda lemahnya iman adalah kecenderungan untuk lebih percaya pada apa yang kita miliki secara fisik daripada apa yang Allah janjikan. Imam al-Hasan al-Bashri rahimahullah menyebutkan:
"Sesungguhnya di antara lemahnya keyakinan imanmu adalah engkau lebih percaya pada harta yang ada di tanganmu daripada apa-apa yang ada di sisi Allah."
(Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, 2/147)
Perkataan beliau diatas menjadi peringatan bagi kita agar kita senantiasa mengingat bahwa harta benda, yang terlihat di depan mata, tidak seharusnya mengalihkan kita dari keyakinan pada janji-janji Allah yang tidak kasat mata.
Allah Azza wa Jalla dengan jelas mengingatkan bahwa kehidupan dunia adalah fana dan hanya merupakan ujian sementara, sedangkan akhirat adalah kehidupan yang lebih baik dan kekal:
وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَىٰ
"Padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal."
(QS. Al-A’la: 17)
Ayat ini mengingatkan kita bahwasanya apa yang ada di sisi Allah lebih baik daripada apa yang kita kejar di dunia. Hal-hal bersifat duniawi yang kita banggakan akan segera sirna, akan tetapi amal ibadah yang kita niatkan dengan tulus untuk akhirat akan abadi.
Allah memberikan perumpamaan tentang dunia sebagai sesuatu yang cepat berlalu, seperti tanaman yang mengering dan diterbangkan angin. Allah berfirman:
وَاضْرِبْ لَهُمْ مَثَلَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا كَمَاءٍ أَنْزَلْنَاهُ مِنَ السَّمَاءِ فَاخْتَلَطَ بِهِ نَبَاتُ الْأَرْضِ فَأَصْبَحَ هَشِيمًا تَذْرُوهُ الرِّيَاحُ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ مُقْتَدِرًا ﴿٤٥﴾ الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا
"Dan buatkanlah untuk mereka perumpamaan kehidupan dunia ini, ibarat air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, sehingga menyuburkan tumbuh-tumbuhan di bumi, kemudian (tumbuh-tumbuhan) itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin."
(QS. Al-Kahfi: 45-46)
Harta istri dan anak-anak merupakan perhiasan hidup di dunia, namun amal kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik di sisi Allah serta menjadi harapan bagi setiap muslim.
Bagi mereka yang hanya berorientasi pada nikmat di dunia serta meninggalkan kewajibannya sebagai seorang muslim, maka ketahuilah sesungguhnya Allah memperingatkan kita semua bahwasanya akan merugi di akhirat kelak. Firman Allah ta’ala:
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ ﴿١٥﴾ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ ۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
"Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh balasan di akhirat kecuali neraka."
(QS. Hûd: 15-16)
Ayat ini mengingatkan kita agar tidak terbuai oleh kenikmatan dunia yang sesaat, sebab di akhirat mereka hanya akan memperoleh kesengsaraan sebagai balasan bagi orang yang melalaikan kewajibannya ketika hidup didunia dan mengutamakan nikmat dunia yang menipu ini.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan nasihat bahwa siapa yang hidupnya berorientasi pada dunia, maka ia akan hidup dalam kekacauan, dan hanya akan memperoleh bagian dunia yang telah ditetapkan baginya. Namun, siapa yang mengutamakan akhirat, Allah akan memberikan kekayaan hati dan ketenangan jiwa kepadanya:
مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ فَرَّقَ اللهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَـهُ ، وَمَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ نِيَّـتَهُ جَمَعَ اللهُ لَهُ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِـيْ قَلْبِهِ ، وَأَتَـتْهُ الدُّنْـيَا وَهِـيَ رَاغِمَـةٌ
“Barangsiapa tujuan hidupnya adalah dunia, maka Allâh akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia mendapat dunia menurut apa yang telah ditetapkan baginya. Dan barangsiapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat, Allâh Azza wa Jalla akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina”. [HR. Ahmad, V/183; Ibnu Mâjah, no. 4105; Ibnu Hibbân, no. 72-Mawâriduzh Zham-ân; dan al-Baihaqi, VII/288 dari Sahabat Zaid bin Tsâbit Radhiyallahu anhu. Silsilah al-Ahâdîts ash-Shahîhah, no. 950]
Peringatan tentang pentingnya memprioritaskan akhirat di atas dunia menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Sesungguhnya setiap segala sesuatu yang kita miliki hanyalah titipan, dan sebaiknya digunakan untuk mencari ridha Allah. Dengan menjaga keseimbangan antara urusan dunia dan akhirat, tetapi juga mempersiapkan diri untuk kehidupan abadi di akhirat.
Toko grosir kitab online - kitab tashrif - fikar store