Fikar Store - "Pemahaman yang murni" dalam konteks beragama kita mengacu pada pemahaman yang benar dan otentik yang berasal dari sumber-sumber utama agama Islam, yaitu Al-Quran dan As-Sunnah. Pemahaman yang murni tersebut meliputi pemahaman tentang aqidah (keyakinan), ibadah (yang sunnah maupun yang wajib), akhlak (etika dan moral), hukum (fiqh), dan lain-lain. Pemahaman yang murni juga didasarkan pada metodologi yang benar dalam memahami dan menafsirkan sumber-sumber landasan utama, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah yang berlandaskan pada pemahaman para sahabat (Shalafusshalih). Karena Rasululla salallahu alaihi wasallam bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِى ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
“Sebaik-baik generasi adalah generasi pada zamanku (sahabat nabi), kemudian generasi setelahnya (tabiin).” (HR. Bukhari, no. 2652 dan Muslim, no. 2533)
Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memberikan pujian kepada generasi sahabat:
فَاِنْ اٰمَنُوْا بِمِثْلِ مَآ اٰمَنْتُمْ بِهٖ فَقَدِ اهْتَدَوْا ۚ
“Maka jika mereka telah beriman sebagaimana yang kamu imani, sungguh, mereka telah mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah: 137). Maksudnya jika seseorang beriman sebagaimana para sahabat beriman, tentu mereka akan mendapatkan petunjuk dan berjalan diatas kebenaran.
Allah Ta’ala juga berfirman,
وَالسَّابِقُونَ الأوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالأنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Artinya, “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” [QS. At-Taubah : 100]
Dan pada ayat lain dengan tegas menyatakan:
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
Artinya, “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran bainya dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin. Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” [An-Nisa : 115]
"Mengikuti cara beragama salafusshalih" berarti mengikuti teladan atau contoh dalam beragama dari generasi terdahulu sebagai generasi yang paling baik dan benar dalam pemahaman dan perealisasian atau pengaplikasian segala sesuatunya dalam kehidupan beragama Islam, yaitu para sahabat Nabi Muhammad salallahu alaihi wasallam, tabi'in, dan tabi'ut tabi'in. Jadi karena para sahabat didik langsung dan dibimbing langsung oleh Rasulullah salallahu alaihi wasallam, jika para sahabat melakukan kesalahan dapat teguran langsung dan jika benar dapat pujian secara langsung, bahkan diantara para sahabat terdapat yang dijamin masuk surga (lihat: rumaysho.com/26818-syarhus-sunnah-10-orang-yang-dijamin-masuk-surga.html) dan bahkan ada pula yang didoakan Nabi salallahu alaihi wasallam langsung agar memiliki pengetahuan dan pemahaman yang luas dalam agama Islam, salah satunya Ibnu Abbas raduallahu anhu. Meskipun kita bukan termasuk orang-orang yang termasuk dijamin akan masuk surga, kita berupaya mengikuti golongan-golongan yang dijamin masuk surga, yaitu sepuluh orang yang di sebut Rasulullah salallahu alai wasallam, golongan-golongan yang didoakan langsung oleh beliau salallahu alaihi wasallam dan golongan yang mendapat bimbingan langsung oleh Rasulullah Salallahu alaihi wasallam, yaitu para sahabat radiallahu anhu. Jadi tidak ada alasan bagi kita untuk meninggalkan metodologi pemahaman para sahabat.
Cara beragama salafusshalih atau para sahabat mengacu pada pemahaman agama yang murni, sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah Nabi salallahu alaihi wasalam, serta metodologi yang benar dalam memahami dan menafsirkan sumber-sumber agama tersebut. Dengan kata lain mengikuti jalan beragama para sahabat radiallahuanhu. Abdullah bin Mas’ud radiallahu anhu, sahabat Nabi salallahu alaihi wasallam pernah menyatakan yang artinya:
“Barang siapa di antara kalian ingin mencontoh, maka hendaklah mencontoh orang yang telah wafat, yaitu para Shahabat Rasulullah, karena orang yang masih hidup tidak akan aman dari fitnah, Adapun mereka yang telah wafat, merekalah para Sahabat Rasulullah, mereka adalah ummat yang terbaik saat itu, mereka paling baik hatinya, paling dalam ilmunya, paling baik keadaannya. Mereka adalah kaum yang dipilih Allah untuk menemani NabiNya, dan menegakkan agamaNya, maka kenalilah keutamaan mereka, dan ikutilah jejak mereka, karena sesungguhnya mereka berada di atas jalan yang lurus.” (Jami’ul Bayan Al-ilmi Wa Fadhlihi (2/97))
Dalam konteks pemahaman yang murni, ini sangat penting karena dapat mempengaruhi cara pandang dan praktek keagamaan seseorang terlebih di zaman fitnah saat ini dimana kebenaran dan kebatilan sangatlah susah dibedakan hingga terjadi perpecahan diantara kaum muslimin. Dengan memiliki pemahaman yang murni, seorang muslim diharapkan dapat memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam secara benar dan sesuai dengan tujuan sebenarnya yaitu untuk mencapai kesuksesan di dunia dan akhirat. Demikian, kembali pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan metodologi pemahaman para sahabat radiallahu anhu dalam beragama merupakan jalan satu-satunya yang paling benar, dan inilah jalan Ahlussunnah wal jama’ah dan inilah sebenar-benarnya ketakwaan. Wallahu a’lam bisshawab. Fikar Store
Sumber:
almanhaj.or.id/3730-ahlus-sunnah-wal-jamaah.html
rumaysho.com/27394-syarhus-sunnah-inilah-akidah-yang-disepakati-oleh-para-salaf.html
muslim.or.id/18935-siapakah-salafus-shalih.html