Nahwu Wadhih - Kita hidup dalam era di mana materi seolah menjadi ukuran keberhasilan. Semakin banyak harta yang dimiliki, semakin sukses seseorang dianggap. Namun, benarkah demikian?, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada kita bahwa kekayaan yang sesungguhnya bukan terletak pada jumlah harta benda, melainkan pada hati yang merasa cukup dan puas.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ، وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ
"Kekayaan itu bukanlah (diukur) dari banyaknya harta benda, tetapi kekayaan itu ialah kekayaan hati (yang selalu merasa cukup)."
(HR. Al-Bukhari no. 6446 – Muslim no. 1051)
Hadis ini memberi kita perspektif bahwa hakikat kekayaan adalah bagaimana seseorang merasa cukup dengan apa yang diberikan Allah azza wa jalla, meskipun secara materi tampak sederhana. Sebaliknya, meskipun seseorang memiliki harta berlimpah namun hatinya selalu merasa kurang, maka ia sesungguhnya miskin dalam jiwa.
Ibnu Bathol menjelaskan bahwasanya banyak orang yang memiliki harta berlimpah, namun hatinya tetap merasa miskin. Mereka terus mengejar harta lebih banyak lagi tanpa pernah merasa puas. Padahal, sikap seperti ini justru membuat mereka semakin jauh dari kebahagiaan sejati.
Sebaliknya, orang yang benar-benar kaya adalah mereka yang hatinya merasa cukup dan puas dengan apa yang Allah berikan. Ia tidak rakus mengejar harta, tidak tenggelam dalam keserakahan, dan tidak terus-menerus gelisah karena merasa kurang.
Kekayaan hati adalah harta yang tak ternilai harganya yang memberikan ketenangan jiwa yang tak tergoyahkan, terhindar dari belenggu kerakusan, dan mendorong seseorang untuk senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang telah Allah berikan. Dengan kekayaan hati, seseorang mampu hidup dengan sederhana namun penuh makna, menjaga harga diri, dan semakin dekat dengan Sang Pencipta. Rasa cukup yang tertanam dalam hati akan menjauhkan diri dari kecemasan akan masa depan dan perbandingan diri dengan orang lain.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah teladan terbaik dalam hal ini. Meskipun beliau adalah pemimpin umat dan utusan Allah, beliau memilih hidup sederhana. Hatinya penuh dengan kekayaan jiwa, selalu merasa cukup dengan apa yang diberikan Allah. Rasulullah shalallahu alahi wa sallam pernah bersabda:
اللَّهُمَّ اجْعَلْ رِزْقَ آلِ مُحَمَّدٍ قُوتًا
"Ya Allah, jadikanlah rezeki keluarga Muhammad sekadar yang mencukupi."
(HR. Al-Bukhari no. 6460, Muslim no. 1055)
Dalam doa tersebut, beliau meminta kepada Allah hanya untuk diberikan rezeki yang mencukupi kebutuhan hidup, bukan kekayaan yang berlimpah.
Menumbuhkan kekayaan hati membutuhkan usaha sadar dari diri sendiri. Salah satu caranya adalah dengan selalu bersyukur atas segala nikmat yang Allah berikan, sekecil apapun itu. Dengan bersyukur, hati akan merasa cukup dan terhindar dari rasa iri dan dengki. Selain itu, mengurangi ambisi untuk mengejar nikmat dunia dan hidup sederhana juga sangat penting. Dengan fokus pada kehidupan akhirat, kita akan terbebas dari belenggu materi. Terakhir, keyakinan penuh terhadap takdir Allah akan memberikan ketenangan hati dan membuat kita menerima segala keadaan dengan lapang dada.
Kekayaan yang sesungguhnya bukanlah seberapa banyak harta yang kita miliki, tetapi seberapa besar hati kita merasa cukup dan puas dengan pemberian Allah. Jangan biarkan diri kita diperbudak oleh ambisi dunia yang tak pernah ada habisnya. Semoga Allah menganugerahkan kepada kita kekayaan hati, sehingga kita senantiasa bersyukur, tenang, dan terjaga dari sifat tamak
Kitab Nahwu Wadhih - Fikar Store