Arabiyah linnasyiin - Sebagian manusia terkadang tertipu dengan harta yang mereka miliki. Mereka mengira bahwa banyaknya harta, luasnya rumah, nyamannya kehidupan adalah tanda bahwa mereka lebih mulia di sisi Allah dibanding orang-orang miskin dan lemah. Padahal, ukuran kemuliaan di sisi Allah bukanlah harta dan kekayaan, melainkan ketaatan dan ketakwaan.
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
"Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa."
(QS. Al-Hujurat: 13)
Sesungguhnya kekayaan bukan ukuran kemuliaan seseorang
Rasulullah ﷺ pernah menegur sahabatnya Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu 'anhu yang merasa lebih mulia dari orang lain karena kelebihan dirinya. Maka Nabi ﷺ bersabda:
هَلْ تُنْصَرُونَ وَتُرْزَقُونَ إِلَّا بِضُعَفَائِكُمْ
"Bukankah kalian semua tidak akan diberi pertolongan dan rezeki kecuali karena keberadaan orang-orang yang lemah di antara kalian?"
(HR. Bukhari, no. 2896)
Hadits ini menunjukkan bahwa keberadaan orang-orang miskin dan lemah bukan beban, justru mereka adalah sebab datangnya pertolongan dan rezeki dari Allah. Maka sungguh merupakan kekeliruan fatal jika ada yang merasa sombong dan lebih mulia hanya karena punya lebih banyak harta.
Dan kemiskinan bukan tanda kehinaan
Allah telah membantah secara tegas anggapan keliru manusia yang menilai bahwa kekayaan adalah tanda dimuliakan dan kemiskinan adalah tanda dihinakan.
فَأَمَّا ٱلْإِنسَـٰنُ إِذَا مَا ٱبْتَلَـٰهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّىٓ أَكْرَمَنِ ۞ وَأَمَّآ إِذَا مَا ٱبْتَلَـٰهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّىٓ أَهَـٰنَنِ ۞ كَلَّا ۖ
"Adapun manusia, apabila Rabb-nya mengujinya lalu memuliakannya dan memberinya kesenangan, maka dia berkata: 'Rabbku telah memuliakanku'. Namun apabila Rabb-nya mengujinya lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata: 'Rabbku menghinakanku'. Sekali-kali tidak (demikian)."
(QS. Al-Fajr: 15–17)
Kalimat "كَلَّا" (sekali-kali tidak) adalah bantahan tegas dari Allah bahwa ukuran kemuliaan bukan pada banyak atau sedikitnya harta.
Seringkali kita lupa bahwa keberadaan orang-orang miskin, anak-anak yatim, dan orang-orang lemah di sekitar kita adalah sebab kita mendapatkan keberkahan. Jika bukan karena mereka, mungkin kita tidak akan mendapatkan rezeki dan perlindungan dari Allah. Maka sungguh buruk orang yang merasa lebih baik dari orang-orang lemah itu.
هَلْ تُنْصَرُونَ وَتُرْزَقُونَ إِلَّا بِضُعَفَائِكُمْ
"Tidaklah kalian mendapatkan pertolongan dan rezeki kecuali karena orang-orang lemah di antara kalian."
(HR. Bukhari)
Betapa banyak di antara kita yang hidup di rumah mewah, aman dari bencana, selamat dari musibah – karena ada orang-orang miskin di sekeliling kita yang Allah cintai. Mungkin Allah hindarkan azab dari kita karena doa mereka, bukan karena amal kita.
Allah kisahkan Qarun sebagai pelajaran. Qarun memiliki harta melimpah, namun ia sombong dan merasa bahwa semua itu karena usahanya sendiri.
قَالَ إِنَّمَآ أُوتِيتُهُۥ عَلَىٰ عِلْمٍ عِندِىٓ ۚ
"Ia berkata: 'Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu karena ilmu yang ada padaku'."
(QS. Al-Qashash: 78)
Namun akhirnya Allah tenggelamkan dia beserta hartanya ke dalam bumi.
فَخَسَفْنَا بِهِۦ وَبِدَارِهِ ٱلْأَرْضَ
"Maka Kami benamkan dia beserta rumahnya ke dalam bumi."
(QS. Al-Qashash: 81)
Setelah itu, barulah orang-orang sadar:
وَأَصْبَحَ ٱلَّذِينَ تَمَنَّوْا۟ مَكَانَهُۥ بِٱلْأَمْسِ يَقُولُونَ وَيْكَأَنَّ ٱللَّهَ يَبْسُطُ ٱلرِّزْقَ لِمَن يَشَآءُ مِنْ عِبَادِهِۦ وَيَقْدِرُ
"Orang-orang yang kemarin menginginkan kedudukan seperti Qarun, berkata: 'Aduhai, benarlah bahwa Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya'."
(QS. Al-Qashash: 82)
Wahai para pembaca sekalian, jika Allah memberikan kelebihan harta kepadamu, maka ingatlah untuk berbagi, dan jangan engkau merasa lebih tinggi dari orang-orang miskin. Justru mereka adalah sebab engkau diberi rezeki dan ditolong oleh Allah. Bersikaplah rendah hati, muliakan mereka, dan syukuri nikmat dengan cara membagikannya.
Allah berfirman:
كَلَّا ۖ بَل لَّا تُكْرِمُونَ ٱلْيَتِيمَ ۞ وَلَا تَحَـٰضُّونَ عَلَىٰ طَعَامِ ٱلْمِسْكِينِ ۞ وَتَأْكُلُونَ ٱلتُّرَاثَ أَكْلًا لَّمًّا ۞ وَتُحِبُّونَ ٱلْمَالَ حُبًّا جَمًّا
"Sekali-kali tidak! Bahkan kalian tidak memuliakan anak yatim, tidak saling menganjurkan memberi makan orang miskin, memakan harta warisan dengan rakus, dan mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan."
(QS. Al-Fajr: 17–20)
Harta bukan ukuran kemuliaan, sebagaimana kemiskinan bukan tanda kehinaan. Kemuliaan hakiki ada pada ketaatan, ketawadhuan, dan kedermawanan. Jangan bangga dengan rumah mewahmu jika engkau melupakan fakir miskin. Jangan merasa mulia jika tetanggamu kelaparan dan engkau enggan berbagi.
Ingatlah, mungkin doa orang lemah itu yang menyelamatkanmu dari musibah, dan karena merekalah Allah terus melimpahkan rezeki kepadamu.
فَتَذَكَّرْ، كَمْ مِنْ فَقِيْرٍ لَا يُذْكَرُ اسْمُهُ فِي DUNIA، وَلَكِنَّ دُعَاءَهُ مَقْبُوْلٌ فِي السَّمَاءِ.
"Ingatlah, betapa banyak orang miskin yang tak dikenal di bumi, namun doanya dikabulkan di langit."
Semoga Allah jadikan kita semua hamba-hamba-Nya yang rendah hati, gemar berbagi, dan tidak tertipu dengan dunia yang sementara.
Wallahu A’lam bisshowab
Kitab Bahasa Arab - Arabiyah linnasyiin – Fikar store