Mutiara Nasihat:
Nahwu Wadhih - Riya’ adalah perilaku yang mencari pujian atau pengakuan dari manusia, bukan semata-mata karena Allah azza wa jalla. Sifat riya’ merupakan salah satu ciri khas orang munafik dan merupakan salah satu cabang dari perbuatan syirik. Tulisan ini mengulas nasihat dengan tujuan agar kita semua jauh dari perbuatan dan sifat riya’.
Allah Ta’ala berfirman,
مَنْ كَانَ يُرِيْدُ الْحَيٰوةَ الدُّنْيَا وَزِيْنَتَهَا نُوَفِّ اِلَيْهِمْ اَعْمَالَهُمْ فِيْهَا وَهُمْ فِيْهَا لَا يُبْخَسُوْنَ. اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ لَيْسَ لَهُمْ فِى الْاٰخِرَةِ اِلَّا النَّارُ ۖوَحَبِطَ مَا صَنَعُوْا فِيْهَا وَبٰطِلٌ مَّا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat kecuali neraka. Lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan..” (Qs. Hud: 15-16)
Ayat ini menjelaskan bahwasanya orang yang berbuat baik hanya untuk meraih kebaikan duniawi tanpa mengharap ridha Allah azza wa jalla, akan mendapatkan hasil usahanya di dunia. Namun, mereka tidak akan mendapatkan balasan di akhirat kecuali neraka. Segala amal mereka akan sia-sia karena niatnya tidak murni.
Al Fudhail bin Iyaadh, seorang ulama besar, memberikan nasihat yang sangat berharga tentang riya’. Beliau mengatakan bahwasanya orang yang berbuat riya’ menampakkan amalnya di hadapan manusia agar dipuji sebagai seorang yang sholeh atau mendapat kedudukan yang tinggi di mata manusia padahal sesungguhnya itu perbuatan yang sia-sia. Berikut ini adalah penjelasan lebih detail dari nasehat beliau:
Berhias untuk Pujian Manusia: Orang yang berbuat riya’ seringkali memperindah dirinya agar mendapat pujian. Mereka berusaha tampil sebaik mungkin di hadapan orang lain, bukan karena Allah, tetapi demi mendapatkan pengakuan dan apresiasi.
Bersandiwara untuk Manusia: Mereka melakukan amal kebaikan dengan niat agar dilihat dan dipuji oleh orang lain. Setiap tindakan mereka dipenuhi dengan kepura-puraan dan kebohongan, karena tujuan utama mereka adalah untuk mendapatkan keuntungan duniawi.
Menyiapkan Diri untuk Mereka: Persiapan yang dilakukan bukan untuk ibadah yang tulus kepada Allah azza wa jalla, tetapi untuk menunjukkan kepada manusia betapa baiknya mereka. Mereka mempersiapkan segala sesuatu dengan matang agar terlihat sempurna di mata manusia.
Terkenal di Kalangan Mereka: Akhirnya, orang-orang akan mengenal mereka sebagai orang yang memiliki kemuliaan di mata manusia hingga akan memenuhi kebutuhan mereka, memberi penghormatan, dan melapangkan tempat duduk untuk mereka. Namun, semua ini hanyalah penghormatan semu yang tidak bernilai di sisi Allah azza wa jalla.
Al Fudhail bin Iyaadh mengajarkan bahwasanya jika seseorang mampu untuk tidak dikenal, maka sebaiknya lakukanlah. Tidak ada dosa jika seseorang tidak terkenal, tidak dipuji, atau bahkan dicela oleh manusia, selama ia terpuji di sisi Allah subhanahu wa ta’ala.
Beliau menjelaskan bahwasanya yang paling penting adalah penilaian dari Allah yang maha melihat, bukan penilaian manusia. Meskipun orang lain memuji kita, jika niat kita tidak ikhlas, itu sia-sia di hadapan Allah. Oleh karena itu, berusahalah untuk menjaga niat agar tetap ikhlas hanya karena Allah semata. Jauhkan diri dari riya’ yang merusak amal dan mendatangkan azab dari Allah, karena sesungguhnya azab Allah sangatlah pedih.
Riya’ adalah penyakit hati yang harus dihindari oleh setiap muslim. Jadi, mari kita introspeksi niat kita dan berusaha untuk selalu berlaku ikhlas dalam segala hal. Semoga Allah memberikan kita hidayah dan keberkahan.
Kitab Nahwu Wadhih - Fikar Store