Nahwu Wadhih - Dalam kitab Fathul Bari, Asal makna taubat adalah kembali dari kesalahan dan dosa menuju kepada ketaatan. Ini berasal dari kata:
تَابَ إِلَى اللهِ يَتُوْبُ تَوْباً وَتَوْبَةً وَمَتَاباً dengan makna orang yang bertaubat kepada Allah adalah orang yang kembali dari perbuatan maksiat menuju perbuatan taat. Taubat melibatkan pengakuan dosa, penyesalan, berhenti dari perbuatan buruk, dan bertekad untuk tidak mengulangi kesalahan
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda,
يَآايُّهَا النَّاسُ تُوْبُوْا إِلَى اللهِ وَاسْتَغْفِرُوْهُ فَإِنِّي أَتُوْبُ فِي الْيَوْمِ مِائَةَ مَرَّةٍ
Hai sekalian manusia! Taubatlah kalian kepada Allah dan mintalah ampun kepadaNya, karena sesungguhnya aku bertaubat kepada Allah dalam sehari sebanyak seratus kali (HR. Muslim.)
Taubat adalah salah satu perkara penting dalam mencapai kemuliaan seorang muslim. Taubat merupakan suatu keharusan setiap manusia yang pada dasarnya selalu berbuat kesalahan. Namun, seringkali kita menunda taubat, mengabaikannya, atau bahkan lupa untuk bertaubat sama sekali. Padahal menunda taubat merupakan perbuatan dosa. Maka dari itu menunda taubat bukanlah pilihan yang bijak sama sekali karena pertaubatan merupakan salah satu bentuk penghambaan, pengembangan dan perbaikan diri seorang hamba.
Menunda taubat adalah sebuah kesalahan yang fatal. Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan kita untuk segera bertaubat. Karena Allah ta’ala berfirman
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (133) الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (134)
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran: 133-134)
وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِيْنَ يَعْمَلُوْنَ السَّيِّاٰتِۚ حَتّٰىٓ اِذَا حَضَرَ اَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ اِنِّيْ تُبْتُ الْـٰٔنَ وَلَا الَّذِيْنَ يَمُوْتُوْنَ وَهُمْ كُفَّارٌ ۗ اُولٰۤىِٕكَ اَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا اَلِيْمًا
Tidaklah taubat itu (diterima Allah) bagi orang-orang yang melakukan keburukan sehingga apabila datang ajal kepada seorang di antara mereka, (barulah) dia mengatakan, “Saya benar-benar bertobat sekarang.” Tidak (pula) bagi orang-orang yang meninggal dunia, sementara mereka di dalam kekufuran. Telah Kami sediakan azab yang sangat pedih bagi mereka. (An-Nisa': 18)
Kita tidak tahu kapan kematian akan menjemput kita. Terlalu sering, kematian datang tanpa ada tanda-tanda sebelumnya. Oleh karena itu, menunda taubat berarti kita mengambil langkah orang yang sombong, karena orang sombong enggan bertaubat. Sebelum terlambat, bersegeralah bertaubat sebelum nyawa sampai kerongkongan.
Semakin kita menunda taubat, semakin banyak dosa yang menumpuk. Hati kita menjadi semakin tercemar, dan semakin sulit untuk kembali bertaubat dengan tulus. Kita mungkin merasa malu atau ragu-ragu untuk menghadap Allah.
Jika kita bertaubat dengan sungguh-sungguh, Allah akan menutup aib dan maksiat kita. Berdoalah agar Allah melindungi kita dari pengungkapan aib kita. Taubat adalah kesempatan untuk memulai lembaran baru dan membersihkan hati kita.
Menunda taubat berarti kita terus berada dalam lingkaran kemaksiatan. Satu dosa bisa mengarah pada dosa lainnya. Segera bertaubat akan membantu kita keluar dari lingkaran negatif ini.
Ingatlah bahwa Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Jangan menunda taubat, karena kesempatan untuk bertaubat selalu ada. Semoga kita semua dapat segera bertaubat dengan tulus dan memperbaiki diri menuju jalan yang diridhai Allah. Amin.
Kitab Nahwu Wadhih - Fikar Store