My Blog

  • 31-08-2023

Ilmu Sebelum Amal, Belajar Sebelum Praktik, dan Faham Dahulu Sebelum Berbicara

Arabiyah Linnasyiin  –   Salah satu hal yang paling penting dalam kehidupan seorang muslim adalah ilmu. Ilmu adalah pengetahuan tentang Allah  Subhanahu wa Ta’ala, agama Islam, dan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Ilmu adalah syarat sah dan sempurna bagi amalan. Ilmu adalah pemimpin amal, sedangkan amal adalah pengikut ilmu.

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu.” (QS. Muhammad: 19). Ayat ini menunjukkan bahwa Allah memerintahkan kita untuk berilmu terlebih dahulu sebelum beramal. Ilmu yang dimaksud adalah ilmu tentang tauhid, yaitu mengesakan Allah dalam rububiyah, uluhiyah, dan asma wa sifat.

Tauhid rububiyah adalah mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Rabb (Pencipta, Pemelihara, Pengatur) segala sesuatu. Tauhid uluhiyah adalah mengabdi kepada Allah dengan segala bentuk ibadah yang hanya boleh ditujukan kepada-Nya. Tauhid asma wa sifat adalah menetapkan nama-nama dan sifat-sifat Allah yang Dia sifatkan kepada diri-Nya atau yang disifatkan oleh Nabi-Nya melalui dalil-dalil yang otentik tanpa menyerupakan, meniadakan, menakwilkan, atau mengubah maknanya.

Dengan ilmu tauhid ini, kita akan dapat mengenal Allah dengan lebih baik, mencintai-Nya dengan lebih sempurna, dan bertawakkal kepada-Nya dengan lebih tulus. Kita juga akan dapat menjaga diri kita dari syirik, yaitu menyekutukan Allah dengan sesuatu yang lain dalam hal-hal yang menjadi hak eksklusif-Nya.

Selain ilmu tauhid, kita juga harus memiliki ilmu tentang syariat Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Syariat Allah mencakup akidah (keyakinan), ibadah (peribadatan), muamalah (pergaulan), akhlak (budi pekerti), dan lain-lain. Ilmu ini akan membantu kita untuk menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya dengan benar dan sesuai dengan tuntunan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada contohnya dari kami maka amalan itu tertolak.” (HR. Muslim). Hadits ini menunjukkan bahwa amalan kita harus sesuai dengan sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, baik dalam hal cara, waktu, tempat, syarat, rukun, maupun tujuan. Jika tidak demikian, maka amalan kita akan sia-sia, salah, atau bahkan berbahaya.

Oleh karena itu, kita harus belajar ilmu tentang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu ilmu tentang kedudukan beliau sebagai utusan Allah yang terakhir, sifat-sifat beliau yang mulia, sejarah beliau yang penuh teladan, dan ajaran beliau yang menjadi sumber hukum Islam. Ilmu ini akan membawa kita kepada ittiba’, yaitu mengikuti beliau dalam perkataan dan perbuatan. Pada intinya mencontoh Nabi Shalallahu alaihi wa Sallam dan para sahabat Radiallahu anhu dalam beramal karena tidak ada kelompok, ras, suku, atau organisasi manapun yang cara beragamanya yang paling benar kecuali para sahabat.

Dengan ilmu-ilmu ini, kita akan dapat menjawab tiga pertanyaan kubur yang akan ditanyakan oleh dua malaikat kepada setiap orang yang meninggal dunia. Pertanyaan-pertanyaan itu adalah: Siapakah Rabb-mu? Apakah agama-mu? Siapakah lelaki (nabi) yang diutus kepada kalian?

Kita juga akan dapat membedakan antara kebenaran dan kebatilan, antara sunnah dan yang bukan, antara iman dan nifaq. Kita juga akan dapat memperbaiki diri kita sendiri dan menyampaikan dakwah kepada orang lain dengan hikmah dan maw’izhah hasanah.

Selain itu, kita juga harus berhati-hati dalam berbicara tentang agama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Berbicara tentang agama Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah perkara yang sangat besar dan berat. Berbicara tentang agama Allah Subhanahu wa Ta’ala membutuhkan ilmu yang benar dan faham yang jelas.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an: "Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta: ’ Ini adalah perkara yang halal atau ini adalah perkara yang haram’, sedangkan kamu tidak mengetahui (kebenarannya). Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah, mereka tidak akan beruntung." (QS. An-Nahl: 116). Ayat ini menunjukkan bahwa kita tidak boleh berbicara tentang halal dan haram tanpa ilmu, dan bahwa berdusta tentang Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah dosa besar yang akan mendatangkan kecelakaan.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang berbicara tentang Al-Qur’an dengan pendapatnya sendiri atau dengan apa yang tidak ia ketahui, maka ia telah membuat kesalahan.” (HR. Tirmidzi no. 2950, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi). Hadits ini menunjukkan bahwa kita tidak boleh berbicara tentang Al-Qur’an dengan asumsi atau spekulasi, tetapi harus berdasarkan ilmu dan pemahaman yang benar.

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallamSW bersabda: “Sesungguhnya dari tanda-tanda kiamat adalah hilangnya ilmu dan banyaknya jahil (bodoh).” (HR. Bukhari no. 100 dan Muslim no. 2671). Hadits ini menunjukkan bahwa salah satu ciri akhir zaman adalah banyaknya orang yang berbicara tanpa ilmu dan faham, dan sedikitnya orang yang diam dengan hikmah dan adab.

Oleh karena itu, kita harus faham dahulu sebelum berbicara, terutama tentang agama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Kita harus mempelajari sumber-sumber agama dengan teliti dan mendalam, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman salafus shalih. Kita juga harus mengikuti metode-metode ilmiah dalam menafsirkan, mengambil hukum, dan menyampaikan agama, yaitu dengan dalil, qiyas, ijma’, dan ijtihad.

Kita juga harus berhati-hati dalam memilih sumber-sumber informasi dan referensi yang kita baca atau dengar. Kita harus memastikan bahwa sumber-sumber tersebut berasal dari ulama-ulama yang ahli dan bertakwa, yang memiliki sanad (rantai) ilmu yang shahih dan kuat. Kita juga harus membandingkan sumber-sumber tersebut dengan sumber-sumber lain yang lebih masyhur dan mutawatir.

Kita juga harus menghormati para ulama dan mendengarkan nasihat-nasihat mereka. Kita harus mengakui kelemahan dan keterbatasan kita dalam ilmu. Kita harus bersikap rendah hati dan tawadhu’ dalam menuntut ilmu. Kita harus bersikap jujur dan adil dalam menyampaikan ilmu. Kita harus bersikap sabar dan santun dalam berdebat dan berdiskusi.

 

Kita harus senantiasa belajar ilmu-ilmu agama dari sumber-sumber yang benar dan shahih, yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman salafus shalih (generasi terbaik umat Islam). Kita juga harus mencari guru-guru yang ahli dan bertakwa untuk membimbing kita dalam menuntut ilmu. Kita juga harus mengamalkan ilmu yang kita pelajari dengan ikhlas karena Allah dan mencari ridha-Nya.

Semoga Allah memberkahi kita dengan ilmu yang bermanfaat, amal yang shalih, dan hati yang khusyu’ yang selalu disertai keikhlasan hanya beribadah kepada-Nya dan meneladani Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam sebagai teladan yang harus diikuti ajarannya. Tidak lupa semoga kita semua termasuk muslim yang mampu menjaga lisannya yang selalu berkata yang baik dan bermanfaat. Amin. Arabiyah linnasyiin

 

admin
Admin