Ilmu balaghah – Membaca, mempelajari, dan mengamalkan ajaran Agama Islam bagi umat muslim sesuai dengan pedomannya, tentu merupakan kewajiban yang tidak dapat ditunda-tunda. Berbagai macam ilmu Bahasa Arab penyokong, seperti nahwu, sorof, tafsir, ulūm al-Qur’ān, balaghah, dan lain sebagainya tidak dapat dianggap remeh. Layaknya bangunan yang berdiri secara kokoh, setiap ilmu yang berkaitan dengan dua sumber utama hukum Islam tersebut, memainkan peran yang amatlah signifikan sesuai dengan porsinya masing-masing.
Khusus terhadap pembahasan ilmu balaghah, tampaknya kajian ini jarang diminati oleh umat Islam di Indonesia. Entah karena memang istilahnya yang asing didengar oleh orang awam – mereka yang tidak mempelajari Bahasa Arab, atau karena memang secara substansi materinya dianggap rumit. Padahal, jika merujuk pada pendapat Hilman Rasyid dari Ibnu Khaldun dalam Kitab Muqaddimah, ilmu balaghah menempati posisi strategis yang dapat menjadi tafsir atas diksi-diksi Al-Qur’an yang sulit dipahami secara eksplisit.
Ilmu Balaghah dan Contohnya
Sebagaimana diketahui bahwa Al-Qhattān pernah menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah puncak kesusasteraan Bahasa Arab yang padahal dahulu, orang-orang Arab telah diakui kehebatannya dalam bidang sastra bahasa. Hal ini juga terbukti dari tantangan Allah SWT dalam Surat Al-Isrā’ ayat 88 bahwa bahkan jika manusia dan jin saling bekerja sama, mereka tidak akan pernah bisa membuat balaghah seindah Al-Qur’an.
Mempelajari ilmu balaghah dengan kata lain adalah upaya untuk lebih menjiwai, mengapresiasi, dan memahami makna mendalam dari kalimat-kalimat Bahasa Arab. Dengan kata lain, mempelajari ilmu balaghah pun akan semakin mendekatkan kita pada keimanan dan keagungan Firman Allah SWT dan sabda Nabi Muhammad SAW
Kata ‘balaghah’ sendiri diambil dari kata ba-la-gha yang berarti sampai, atau yang banyak dikenal juga dengan kata waṣala. Hal ini dapat dilihat apabila merujuk pada Al-Qur’an Surat Al-Kahfi ayat 90 yang berbunyi:
حَتّٰىٓ اِذَا بَلَغَ مَطْلِعَ الشَّمْسِ وَجَدَهَا تَطْلُعُ عَلٰى قَوْمٍ لَّمْ نَجْعَلْ لَّهُمْ مِّنْ دُوْنِهَا سِتْرًا ۙ
Artinya:
Hingga ketika dia sampai di tempat terbit matahari (sebelah timur) didapatinya (matahari) bersinar di atas suatu kaum yang tidak Kami buatkan suatu pelindung bagi mereka dari (cahaya matahari) itu,
Secara istilah, menurut Ali al-Jarim dan Mushtofa Amin dalam “Al-Balāghah al-Wāḍihah” adalah pengungkapan makna estetik secara jelas dengan ungkapan yang benar, dapat mempengaruhi jiwa, konsistensi relevansi setiap kalimat dengan konteks pembicaraan, dan memperhatikan kecocokannya dengan subjek yang menjadi lawan bicara.
Contoh penggunaan balaghah yang terkenal dalam Al-Qur’an di antaranya adalah Surat Al-Baqarah ayat 143:
... وَمَاجَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلَّا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُوْلَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ...
Artinya:
… dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu sekarang kecuali agar Kami mengetahui siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang berpaling pada dua tumitnya …
Terlihat pada diksi “yanqalibu ‘alā ‘aqibaihi” akan menimbulkan kesulitan pemahaman, sebab jika diterjemahkan secara sederhana hanya bermakna ‘memalingkan kedua tumitnya’. Bagian inilah ilmu balaghah memainkan peran bahwa arti dari yanqalibu ‘alā ‘aqibaihi adalah orang yang membelot. Seseorang yang memalingkan tumit jika dilihat dari gestur tubuh, tentu dapat dimaknakan orang yang tidak lagi memandang pada pandangan yang awal.
Ilmu Balaghah dan Contohnya
Ali al-Jarim dan Mushtofa Amin dalam hal ini telah membuat sistemasi pembahasan yang menarik pada bukunya “Balaghah al-Wāḍihah”. Dengan pembahasan yang ringan dan mudah dibaca bagi pemula, tentu saja semua kalangan baik anak-anak maupun dewasa akan termudahkan. Lihat berbagai macam pemahaman mendalam dan contoh-contoh penggunaan balaghah dengan memiliki bukunya.