My Blog

  • 24-07-2023

Cara Menafsirkan Al-Qur’an dengan Benar dan Fenomena Otak-Atik Gatuk Menafsirkan Al-Qur’an

Arabiyah Linnasyiin -  Al-Qur’an adalah kitab suci umat Islam yang merupakan kalam Allah Ta’ala yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam melalui perantaraan malaikat Jibril. Al-Qur’an adalah sumber hukum dan petunjuk bagi umat Islam dalam segala aspek kehidupan. Al-Qur’an juga mengandung berbagai macam ilmu, hikmah, dan rahasia yang tidak akan habis ditelusuri.

Untuk memahami makna dan pesan Al-Qur’an, kita membutuhkan ilmu tafsir, yaitu ilmu yang membahas tentang cara menafsirkan Al-Qur’an dengan benar dan sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan oleh para ulama. Ilmu tafsir ini sangat penting, karena tanpa ilmu tafsir kita bisa salah dalam memahami Al-Qur’an dan tersesat dari jalan yang lurus.

Ada beberapa metode atau cara menafsirkan Al-Qur’an yang telah disepakati oleh para ulama, antara lain:

  1. Menafsirkan Al-Qur’an dengan Al-Qur’an, yaitu menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an lain yang berkaitan dengan ayat yang ditafsirkan untuk menjelaskan makna dan konteksnya. Ini adalah metode yang paling utama dan paling mulia, karena Al-Qur’an adalah kalam Allah yang paling mengetahui maksud dan tujuannya.
  2. Menafsirkan Al-Qur’an dengan As-Sunnah, yaitu menggunakan perkataan, perbuatan, atau ketetapan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang bersumber dari Hadits shahih atau hasan untuk menjelaskan makna dan konteks ayat Al-Qur’an. Ini adalah metode yang paling kuat setelah metode pertama, karena Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang yang paling mengetahui makna dan hikmah ayat-ayat Allah.
  3. Menafsirkan Al-Qur’an dengan perkataan para sahabat, yaitu menggunakan penjelasan atau pendapat para sahabat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang bersumber dari riwayat-riwayat yang shahih atau hasan untuk menjelaskan makna dan konteks ayat Al-Qur’an. Ini adalah metode yang paling utama setelah metode kedua, karena para sahabat adalah orang-orang yang paling dekat dengan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam dan paling memahami bahasa Arab dan budaya Arab pada masa turunnya Al-Qur’an.
  4. Menafsirkan Al-Qur’an dengan perkataan para tabi’in, yaitu menggunakan penjelasan atau pendapat para tabi’in, yaitu generasi setelah para sahabat yang bersumber dari riwayat-riwayat yang shahih atau hasan untuk menjelaskan makna dan konteks ayat Al-Qur’an. Ini adalah metode yang paling utama setelah metode ketiga, karena para tabi’in adalah orang-orang yang mengambil ilmu dari para sahabat dan masih hidup pada masa keemasan Islam.
  5. Menafsirkan Al-Qur’an dengan bahasa Arab, yaitu menggunakan kaidah-kaidah bahasa Arab, seperti nahwu (tata bahasa), sharaf (morfologi), balaghah (retorika), ma’ani (makna), bayan (penjelasan), badi’ (keindahan), dan lain-lain untuk menjelaskan makna dan konteks ayat Al-Qur’an. Ini adalah metode yang paling utama setelah metode keempat, karena bahasa Arab adalah bahasa yang dipilih Allah untuk menurunkan Al-Qur’an. Metode ini harus dibarengi dengan mengaplikasikan keempat atau sebagian dari empat metode diatas.
  6. Menafsirkan Al-Qur’an dengan ijtihad, yaitu menggunakan usaha maksimal akal dan ilmu untuk menjelaskan makna dan konteks ayat Al-Qur’an dengan berdasarkan dalil-dalil syar’i dan tidak bertentangan dengan metode-metode sebelumnya. Ini adalah metode yang paling akhir dan paling lemah, karena ijtihad bisa berbeda-beda antara satu ulama dengan ulama lain dan bisa mengandung kesalahan atau kelemahan.

Dalam menafsirkan Al-Qur’an, kita harus berhati-hati dan tidak sembarangan, karena Al-Qur’an adalah kalam Allah yang suci dan mulia. Kita harus mengikuti metode-metode yang telah disebutkan di atas dan tidak mengikuti hawa nafsu, akal yang terbatas, atau pemahaman yang sesat. Kita juga harus menghormati pendapat-pendapat ulama yang berbeda dalam masalah tafsir, selama masih dalam koridor syar’i dan tidak menyimpang dari dalil-dalil yang shahih.

Sayangnya, di zaman sekarang ini banyak orang yang berani menafsirkan Al-Qur’an dengan semaunya tanpa ilmu dan tanpa mengikuti metode-metode yang benar. Mereka menafsirkan Al-Qur’an dengan otak-atik gatuk, yaitu dengan memotong-motong, merubah-rubah, menambah-nambah, atau mengurangi-ngurangi ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan kepentingan atau ideologi mereka. Mereka juga menolak atau menyelewengkan tafsir-tafsir yang telah disepakati oleh para ulama dan mengklaim bahwa tafsir mereka adalah yang paling benar dan paling sesuai dengan zaman.

Fenomena otak-atik gatuk menafsirkan Al-Qur’an ini sangat berbahaya dan merusak, karena bisa menyesatkan umat Islam dari jalan yang lurus dan bisa merendahkan martabat Al-Qur’an sebagai kalam Allah. Fenomena ini juga bisa menimbulkan perpecahan dan perselisihan di antara umat Islam dan bisa mengundang murka dan azab Allah.

Oleh karena itu, kita sebagai umat Islam harus waspada dan kritis terhadap fenomena otak-atik gatuk menafsirkan Al-Qur’an ini. Kita harus belajar ilmu tafsir dari sumber-sumber yang terpercaya dan mengikuti pemahaman para ulama yang shalih. Kita juga harus menjaga kehormatan Al-Qur’an dan tidak membiarkan orang-orang yang tidak berilmu dan tidak bertakwa untuk mencampuri urusan tafsir Al-Qur’an.

Semoga artikel ini bermanfaat untuk Anda. Jika Anda ingin mengetahui lebih lanjut tentang cara menafsirkan Al-Qur’an dengan benar dan fenomena otak-atik gatuk menafsirkan Al-Qur’an, Anda bisa membaca sumber-sumber berikut:

almanhaj.or.id/3982-yang-harus-dilakukan-untuk-menafsirkan-al-quran.html

konsultasisyariah.com/36000-cara-menafsirkan-al-quran-dengan-benar-dan-fenomena-otak-atik-gatuk-menafsirkan-al-quran.html

Arabiyah linnasyiin

admin
Admin