Nahwu Wadhih - Lisan adalah anugerah yang sangat besar dari Allah ﷻ kepada manusia. Melalui lisan, seseorang dapat menyampaikan ilmu, menyebarkan kebaikan, dan menghubungkan hati dengan sesama. Namun, lisan juga bisa menjadi sumber kebinasaan jika tidak dijaga dengan baik. Oleh karena itu, Islam mengajarkan adab dalam berbicara dan diam. Berbicara hanya ketika bermanfaat dan memilih diam jika tidak ada kebaikan dalam perkataan adalah tanda kebijaksanaan dan keselamatan bagi seorang hamba.
Sesungguhnya Allah ﷻ mengingatkan bahwa setiap perkataan yang keluar dari lisan seseorang akan dicatat oleh malaikat dan akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat.
مَّا يَلْفِظُ مِن قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.”
(QS. Qaaf: 18).
Ayat ini menunjukkan bahwa setiap perkataan memiliki konsekuensi, baik itu dalam kebaikan maupun keburukan. Oleh karena itu, seorang Muslim harus berpikir sebelum berbicara dan memastikan bahwa ucapannya membawa manfaat bagi dirinya dan orang lain.
Ali radhiyallaahu ‘anhu berkata:
اللِّسَانُ مِعْيَارُ إِطَاشَةِ الْجَهْلِ وَأَرْجَحَهُ الْعَقْلُ
“Lisan adalah ukuran bagi ringannya kebodohan, dan akallah yang memberatkannya.”
Perkataan seseorang mencerminkan isi hatinya dan tingkat ilmunya. Orang yang bijak akan berbicara dengan penuh pertimbangan dan tidak tergesa-gesa dalam menyampaikan sesuatu. Sebaliknya, orang yang kurang ilmu cenderung berbicara tanpa berpikir, yang akhirnya justru bisa membahayakan dirinya sendiri.
Al-Munawiy rahimahullah berkata:
“Ucapan baik lebih baik daripada diam, karena ucapan yang baik membawa manfaat, sedangkan diam tidak akan merugikan pemiliknya.”
(Faidhu al-Qadiir, IV/24).
Hal ini mengajarkan bahwa diam bukan berarti selalu lebih baik dari berbicara, tetapi jika seseorang tidak mampu berkata baik, maka diam adalah pilihan yang lebih selamat.
Rasulullah ﷺ juga bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam.”
(HR. Bukhari no. 6018, Muslim no. 47).
Hadits ini menjadi pedoman utama dalam menjaga lisan. Jika suatu perkataan mengandung kebaikan, maka ucapkanlah. Namun, jika ada keraguan atau dikhawatirkan menimbulkan keburukan, lebih baik memilih diam.
Untuk mengamalkan sunnah dalam menjaga lisan, seorang Muslim bisa menerapkan beberapa langkah berikut:
Berpikir Sebelum Berbicara
Jangan terburu-buru dalam berbicara. Pastikan perkataan membawa manfaat dan tidak menyakiti orang lain.
Jangan Terlibat dalam Ghibah dan Fitnah
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Cukuplah seseorang dikatakan berdosa jika ia menceritakan segala yang ia dengar.”
(HR. Muslim no. 5).
Jangan menyebarkan informasi yang belum jelas kebenarannya.
Berbicara dengan Lembut dan Santun
Allah ﷻ berfirman:
وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا
“Dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.”
(QS. Al-Baqarah: 83).
Diam Ketika Tidak Ada Kebaikan dalam Perkataan
Jika suatu pembicaraan cenderung mengarah pada ghibah, debat yang tidak bermanfaat, atau perkataan sia-sia, lebih baik memilih diam dan meninggalkan majelis tersebut.
Berbicara dan diam adalah dua hal yang memiliki konsekuensi besar dalam kehidupan seorang Muslim. Islam mengajarkan agar kita selalu memilih untuk berkata baik atau diam jika tidak ada manfaat dalam ucapan. Setiap perkataan akan dicatat dan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah ﷻ.
Sebagai hamba yang ingin dirahmati oleh Allah, marilah kita menjaga lisan kita dari perkataan yang tidak bermanfaat, berbicara hanya jika ada kebaikan, dan memilih diam jika perkataan kita berpotensi membawa keburukan. Ketahuilah bahwasanya lisan yang Allah ﷻ berikan kepada kita sebagai ffasilitas untuk melakukan ketaatan kepada-Nya.
Semoga Allah ﷻ selalu membimbing kita dalam menjaga lisan agar senantiasa dalam kebaikan. Aamiin.
Allahu Ta’ala a’lam bish-shawab.
Toko grosir kitab online - Nahwu Wadhih - Fikar Store