Kitab tashrif - Setiap insan mendambakan kebahagiaan sejati, baik di dunia maupun akhirat. Namun, kebahagiaan bukanlah perkara yang menghampiri tiada usaha dari diri kita. Ia terikat pada sifat-sifat mulia yang harus dipupuk dalam hati dan diwujudkan dalam amal perbuatan. Sebaliknya, kecelakaan di akhirat merupakan hasil dari sifat buruk yang dibiarkan tumbuh subur.
Ibnu Qayyim rahimahullah memberikan pandangan tentang perbedaan sifat orang yang bahagia dan celaka. Beliau berkata:
“Allah menyifati orang yang bahagia sebagai orang yang selalu berbuat ihsan disertai rasa takut.
Dan menyifati orang yang celaka sebagai orang yang berbuat buruk disertai merasa aman.
Siapapun yang memperhatikan keadaan para shahabat akan mendapati bahwa mereka berada pada puncak amal disertai rasa takut.
Sedangkan kita mengumpulkan sikap meremehkan dengan merasa aman.”
(Ad-Da’ wa Ad-Dawa’, 1/91)
Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ الَّذِيْنَ هُمْ مِنْ خَشْيَةِ رَبِّهِمْ مُشْفِقُوْنَ. وَالَّذِيْنَ هُمْ بِآيَاتِ رَبِّهِمْ يُؤْمِنُوْنَ. وَالَّذِيْنَ هُمْ بِرَبِّهِمْ لاَ يُشْرِكُوْنَ. وَالَّذِيْنَ يُؤْتُوْنَ مَا آتَوْا وَقُلُوْبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُوْنَ. أُولَئِكَ يُسَارِعُوْنَ فِي الْخَيْرَاتِ وَهُمْ لَهَا سَابِقُوْنَ
“Sesungguhnya orang-orang yang berhati-hati karena takut akan (adzab) Rabb mereka. Dan orang-orang yang beriman dengan ayat-ayat Rabb mereka. Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan dengan Rabb mereka (sesuatu apapun). Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb mereka. Mereka itu bersegera untuk mendapat kebaikan-kebaikan, dan merekalah orang-orang yang segera memperolehnya.”
(Al-Mukminun: 57-61)
Ayat ini menunjukkan bahwa sifat takut kepada Allah tidak menghalangi seseorang dari berbuat kebaikan. Sebaliknya, rasa takut inilah yang memotivasi mereka untuk berlomba-lomba dalam amal saleh.
Orang celaka adalah mereka yang melakukan keburukan namun merasa aman dari murka Allah. Mereka tidak peduli dengan dosa-dosa yang diperbuat dan enggan bertaubat. Sikap merasa aman dari siksa Allah adalah tanda lemahnya iman, sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an:
أَفَأَمِنُوا۟ مَكْرَ ٱللَّهِۚ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ ٱللَّهِ إِلَّا ٱلْقَوْمُ ٱلْخَٰسِرُونَ
“Apakah mereka merasa aman dari makar Allah? Tidak ada yang merasa aman dari makar Allah kecuali orang-orang yang merugi.”
(QS. Al-A’raf: 99)
Kemudian, kita tengok para sahabat Rasulullah ﷺ, mereka adalah teladan terbaik dalam menggabungkan antara amal yang sempurna dan rasa takut kepada Allah azza wa jalla. Mereka berusaha keras untuk berbuat kebaikan dimana mereka juga khawatir amal mereka tidak diterima.
Sebaliknya, kita seringkali terjerumus ke dalam sikap meremehkan. Amal ibadah kita minim, namun kita merasa aman dan yakin bahwa kita akan masuk surga. Ini adalah cerminan dari lemahnya iman dan pemahaman tentang agama.
Maka dari itu, setiap muslim harus berusaha mempersembahkan yang terbaik dalam amalnya, karena Allah mencintai kesungguhan. Amal yang dilakukan dengan penuh keikhlasan dan sesuai tuntunan Rasulullah ﷺ adalah tanda bahwa seseorang berada di jalan kebenaran.
Setiap manusia memiliki pilihan, antara menjadi orang yang bahagia dengan berbuat ihsan dan selalu takut kepada Allah, atau menjadi orang yang celaka dengan berbuat keburukan dan merasa aman dari siksa-Nya.
Mari jadikan rasa takut kepada Allah sebagai motivasi untuk meningkatkan amal kebaikan. Jangan biarkan rasa aman yang palsu menjauhkan kita dari rahmat-Nya. Semoga Allah membimbing kita semua untuk menjadi hamba yang dicintai-Nya.
Toko grosir kitab online - kitab tashrif - fikar store