Fikar Store - Tidak layak bagi seorang muslim yang memasuki dunia bisnis, jual beli, maupun transaksi keuangan yang lain dengan tanpa ilmu yang cukup. Maka dari itu, selain belajar ilmu-ilmu bisnis secara umum, seorang muslim wajib mempelajari syariat, yaitu ilmu yang membatasi boleh atau tidaknya suatu transaksi dalam sebuah bisnis. Karena dengan syariat hidup seorang muslim akan jauh dari kesulitan dan dapat memperoleh keadilan yang jauh dari kecurangan dalam bertransaksi.
Di antara masalah yang sering dihadapi umat Islam di Muamalah Maliyah adalah masalah Riba. Oleh karena itu, sudah menjadi kewajiban bagi orang-orang yang tergolong Muamalah ini untuk mengetahui hal ini secara benar dan jelas. Karena riba adalah haram dalam ijma’ para ulama berdasarkan kitabullah dan sunnah Rasulullah Shalalahu alaihi Wasallam.
Dikutip dari Almanhaj.com yang ditulis oleh Syaikh ‘Isa bin Ibrahim ad-Duwaisy, dalam Kamus Lisaanul Arab, kata riba berasal dari kata رَبَا. Ketika seseorang mengatakan رَبَا الشَّيْئُ يَرْبُوْ رَبْوًا وَرَبًا artinya ada sesuatu yang tumbuh dan berkembang. Ketika orang mengatakan أَرْبَيـْتُهُ itu berarti saya meningkatkan dan meningkatkannya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْٓا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰواۘ وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ فَمَنْ جَاۤءَهٗ مَوْعِظَةٌ مِّنْ رَّبِّهٖ فَانْتَهٰى فَلَهٗ مَا سَلَفَۗ وَاَمْرُهٗٓ اِلَى اللّٰهِ ۗ وَمَنْ عَادَ فَاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِ ۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ يَمْحَقُ اللّٰهُ الرِّبٰوا وَيُرْبِى الصَّدَقٰتِ ۗ وَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ اَثِيْمٍ اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَاَقَامُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتَوُا الزَّكٰوةَ لَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَذَرُوْا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبٰوٓا اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ فَاِنْ لَّمْ تَفْعَلُوْا فَأْذَنُوْا بِحَرْبٍ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖۚ وَاِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوْسُ اَمْوَالِكُمْۚ لَا تَظْلِمُوْنَ وَلَا تُظْلَمُوْنَ
Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Siapa pun yang telah sampai kepadanya peringatan dari Tuhannya (menyangkut riba), lalu dia berhenti sehingga apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Siapa yang mengulangi (transaksi riba), mereka itulah penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan (keberkahan dari) riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang yang sangat kufur lagi bergelimang dosa. Sesungguhnya orang-orang yang beriman, beramal saleh, menegakkan salat, dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan tidak (pula) mereka bersedih. Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang mukmin. Jika kamu tidak melaksanakannya, ketahuilah akan terjadi perang (dahsyat) dari Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi, jika kamu bertobat, kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim (merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan). (Al-Baqarah 2:275-279).
Sudah jelas, hukum riba adalah haram, menurut ijma’ para ulama’ berdasarkan Al-Quran dan As-Sunnah. Dalam kitab shahihain, dari Abu Hurairah, Rasulullah Shalalahu alaihi Wasallam bersabda:
اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، وَمَا هُنَّ ؟لشِّرْكُ بِاللَّهِ ، وَالسِّحْرُ ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ ، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَأَكْلُ الرِّبَا ، وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ ، وَقَذْفُ الْمُحْصِنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ
Hindarilah tujuh hal yang membinasakan.” Ada yang bertanya: “Apakah tujuh hal itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa dengan cara yang haram, memakan riba, memakan harta anak yatim, kabur dari medan perang, menuduh berzina wanita suci yang sudah menikah karena kelengahan mereka (HR. Bukhari & Muslim)
Dan dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shalallahu alaihi Wassalam bersabda:
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba (sekretaris) dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba.” Kata beliau, “Semuanya sama dalam dosa.” (HR. Muslim, no. 1598)
Dengan begini sudah jelas, bahawasanya riba diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam. Karena begitu banyaknya kecurangan dan kedzaliman dalam satu transaksi riba’. Sebagai contoh praktik peminjaman uang dengan bunga. Dalam sistem riba', pihak yang meminjam uang akan terbebani oleh bunga yang harus mereka bayarkan kepada pihak pemberi pinjaman. Hal ini menciptakan ketidakadilan, karena pihak pemberi pinjaman dapat mengambil keuntungan yang berlebihan atas pinjaman tersebut tanpa mempertimbangkan kemampuan pihak peminjam untuk membayar bunga. Selain itu, riba' juga memicu siklus kezaliman yang tak terbatas, karena peminjam yang kesulitan membayar bunga dapat terjebak dalam hutang yang semakin besar. Transaksi riba' juga melibatkan kecurangan, karena dalam sistem ini, pihak pemberi pinjaman memperoleh keuntungan tanpa melakukan aktivitas produktif atau berbagi risiko secara adil dengan pihak peminjam. Semua ini menyebabkan ketidakadilan sosial dan ketimpangan ekonomi yang merugikan masyarakat secara keseluruhan.
Jadi jika masih banyak cara menghindari riba kenapa harus menenngelamkan diri dalam suatu keriba’an?, semoga bermanfaat, Wallahu Ta’ala A'lam. Fikar Store