Nahwu Wadhih - Dalam kehidupan sehari-hari, banyak orang seringkali terjebak dalam pemikiran tahayul, merasa bahwa kejadian-kejadian tertentu membawa kesialan atau musibah. Misalnya, ada yang mengatakan, "Tunggu tanggal yang baik, kalau tidak di tanggal baik akan kena musibah," atau "Kejatuhan Kotoran cecak berarti akan ada musibah." Ini adalah bentuk thiyarah, sebuah keyakinan yang berlawanan dengan ajaran Islam. Dalam Islam, sikap seperti ini dikenal sebagai syirik kecil dan terlarang. Ini tidak boleh dilakukan oleh seorang muslim, sebagaimana sabda beliau:
الطيرة شرك، الطيرة شرك، وما منا إلا، ولكن الله يذهبه بالتوكل
“Thiyarah itu syirik, thiyarah itu syirik, namun tidaklah itu muncul dari diri kita kecuali dalam benak saja, dan Allah akan menghilangkannya dengan tawakkal.” (HR. al-Bukhari, Abu Dawud, At-Tirmidzi).
لاَ عَدْوَى ، وَلاَ طِيَرَةَ ، وَيُعْجِبُنِى الْفَأْلُ » . قَالُوا وَمَا الْفَأْلُ قَالَ « كَلِمَةٌ طَيِّبَةٌ
“Tidak dibenarkan menganggap penyakit menular dengan sendirinya (tanpa ketentuan Allah) dan tidak dibenarkan beranggapan sial. Sedangkan al fa’lu membuatkan takjub.” Para sahabat bertanya, “Apa itu al fa’lu?” “Kalimat yang baik (thoyyib)”, jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. Bukhari no. 5776 dan Muslim no. 2224)
Padahal, Islam juga mengajarkan kita untuk senantiasa berpikir positif dan optimis dalam setiap keadaan. Optimisme ini dikenal sebagai Al Fa’lu. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri menyukai optimisme, Lalu, apa Itu Al Fa’lu?
Al Fa’lu adalah sikap berangan-angan yang diliputi rasa optimis terhadap kebaikan yang akan datang. Ini adalah kebalikan dari thiyarah atau prasangka buruk yang tidak berdasar. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyukai Al Fa'lu karena ia melahirkan keyakinan positif dalam hati seorang Muslim, bahwa apa pun yang terjadi di dunia ini adalah atas kehendak Allah, dan dengan pertolongan-Nya, setiap urusan bisa menjadi lebih baik.
Al-fa’lu adalah sikap positif yang dianjurkan. Al-fa’lu mencakup segala sesuatu yang dapat menimbulkan harapan dan semangat dalam kebaikan. Misalnya, jika kita didatangi seorang teman yang bersedia membantu kita dalam kesulitan kita, dan memang teman tersebut ahli dalam bidangnya, kemudian kita mengatakan, “Semoga urusan kita akan dimudahkan.” Sikap optimis ini adalah al-fa’lu yang dianjurkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, kemudian beliau shalallahu alaihi wa sallam bersabda,
لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ، وَيُعْجِبُنِي الفَأْلُ
“tidak ada penyakit menular, tidak ada thiyarah, dan al fa’lu membuatku kagum” (HR. Bukhari – Muslim
Al-fa'lu adalah bentuk prasangka baik kepada Allah. Ketika seseorang mengharapkan kebaikan dari sesuatu yang positif, seperti nama yang baik, tempat yang baik, atau perbuatan yang baik, maka dia telah menunjukkan keyakinan bahwa segala sesuatu adalah ketetapan dari Allah. Dalam hal ini, Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan bahwa al-fa’lu adalah bagian dari fitrah manusia yang sesuai dengan sunnatullah (aturan Allah).
Contohnya dalam Perjanjian Hudaibiyah, ketika Suhail bin Amr datang untuk berunding, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Perkara kalian akan dimudahkan,"
dan benar, hasilnya adalah kemudahan yang diharapkan.
Ini menunjukkan bahwa al-fa’lu tidak terbatas pada kalimat yang baik saja, namun mencakup segala hal yang mendatangkan optimisme dan harapan baik.
Meski dalam hati manusia terlintas pikiran yang negatif, Islam mengajarkan untuk mengatasi hal tersebut dengan tawakkal (berserah diri kepada Allah). Thiyarah atau perasaan sial tidak seharusnya menguasai diri seseorang. Sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menegaskan bahwa Allah menghilangkan anggapan sial dengan tawakkal kepada-Nya.
Maka, seorang muslim seharusnya tidak larut dalam prasangka buruk atau keyakinan yang tidak memiliki dasar dalam syariat. Sebaliknya, ia harus selalu menaruh harapan pada kebaikan yang diberikan Allah azza wa jalla dan bertawakkal atas segala urusannya.
Sesungguhnya Islam mengajarkan untuk selalu bersikap optimis dan berprasangka baik kepada Allah. Al-fa'lu adalah bagian dari sikap positif ini, dan ia mencakup segala hal yang membuat hati kita lapang dan optimis terhadap kebaikan. Sebaliknya, thiyarah atau keyakinan akan kesialan adalah syirik yang harus dijauhi, dan penawarnya adalah tawakkal kepada Allah. Semoga kita senantiasa menjadi hamba yang optimis dalam menjalani kehidupan, dengan keyakinan bahwa segala kebaikan datang dari Allah.
Kitab Nahwu Wadhih - Fikar Store