My Blog

Toko Kitab Online - Menjadi seorang yang berilmu maupun menjadi seorang yang menguasai hingga ahli dalam bidang suatu ilmu tidak serta merta dengan pengakuan dan melalui keindahannya dalam retorika. Sebagai orang awam, kitapun juga harus dapat membedakan mana orang yang berilmu atau ahli ilmu dan mana yang tidak. Dan jika ditanya bagaimanakah caranya adalah dengan cara mengkonfirmasi atau mengkaji ulang apa yang diucapkan seseorang agar kita dapat berhati-hati dan menjadikan kita sebagai pribadi yang lebih bijak, yaitu tidak serta-merta langsung menyalahkan dan tidak pula langsung membenarkan ucapan seseorang ketika kita berdiskusi.

Jadi mengenal ciri-ciri ahli ilmu dan yang bukan adalah hal yang sangat penting bagi kita. Karena agar kita tidak mudah tertipu oleh lihainya seseorang yang berbicara, pandainya ia berdebat hingga tingginya gelar pendidikan seseorang. Ini dikarenakan kita sebagai seorang muslim yang beriman dituntut untuk terus mencari ilmu hingga mengamalkannya dengan cara yang benar agar kelak kita tidak termasuk orang yang merugi di akhirat kelak. grosir kitab arab

Diantara ahli ilmu, ada yang disebut cendekiawan dan ada pula yang disebut ulama’. Cendekiawan atau dapat juga di sebut sebagai pemikir adalah orang yang memiliki kualifikasi dalam bidang keilmuan tertentu, misalnya eksakta, seperti: kedokteran, arsitektur, biologi, kimia dan lain-lain. Meskipun fokus pendidikannya sangat bermanfaat bahkan sering dijadikan referensi, namun ia tetap bukan ahli dalam ilmu Islam, jadi walaupun sebagai ahli ilmu, tetap tidak diperbolehkan berbicara tentang ilmu yang tidak dikuasainya terutama ilmu agama Islam.  Dan menurut pendapat Islam, ia masih tergolong orang awam yang harus taat kepada ulama. Jadi seorang cendekiawan tetap harus merujuk pada ulama’ Rabbani, yaitu para ulama’ yang merujuk pada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang sesuai dengan pemahaman para Sahabat hingga Tabi’in jika dalam masalah agama. Sedangkan dalam ilmu yang dikuasainya, seorang cedekiawan dijadikan rujukan oleh para ulama’ dan spesialisasinya juga bisa dimanfaatkan untuk kepentingan umat. Namun keberadaannya sebagai pemikir masih bergantung pada ulama, terlepas dari spesialisasi bidangnya. Demikian juga, seorang filsuf tidak dapat dikategorikan sebagai ulama’ walaupun dapat dikategorikan sebagai cendekiawan. Dan mereka belum tentu paham bahasa arab dan belajar bahasa arab.

Sedangkan ulama’ memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan cendekiawan sehingga gelar ulama’ adalah gelar yang tidak dapat dimiliki dengan sendirinya. Ini adalah gelar pemberian Allah ﷻ. Ibnu Juraij rahimahullah yang menukil pendapat dari Atha’ rahimahullah dalam kitab Jami’ Bayanil Ilmi wa Fadhlihi hal. 2/49, seorang alim adalah seorang yang mengenal Allah subhanahu wa ta’ala. Sedangkan Ash-Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah, mengatakan dalam bukunya Kitabul 'Ilmi: "Seorang Ulama’ adalah orang-orang yang dengan ilmunya membuat mereka takut kepada Allah subhanahu wa ta'ala." (Kitabul 'Ilmi hal.147).

Ulama’ dapat dikategorikan sebagai pribadi yang benci pujian, tidak berharap kedudukan dan tidak menyombongkan diri dari hal apapun. Mereka memfokuskan hidupnya kepada kalimat-kalimat Allah  ﷻ (al-Qur’an) dan sabda Nabinya ﷺ (As-Sunnah) yang selalu merujuk pada pemahaman para Sahabat Rasullulah ﷺ kemudian mengamalkan dan menyampaikan apa yang telah di pelajarinya kepada umat.  Dan mereka adalah orang-orang yang tunduk dan khusyuk dalam merealisasikan perintah-perintah Allah subhanahu wa ta’ala dan selalu tegak diatas sunnah Rasulullah ﷺ. Mereka juga mengenal bahasa arab dan belajar bahasa arab.

Contoh ulama’ rabbani yaitu Generasi sahabat yang langsung dipimpin oleh empat khalifah ar- Rasyidin: Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, dan ‘Ali radhiallahu ‘anhum. Imam empat madzab, imam ahli hadist yaitu al-Imam Bukhari (256 H) dan al-Imam Muslim (261 H). 

Artikel ini bersumber dari: Ustadz Abu Hasan Abdillah, MA. - muslim.or.id – mengenal ulama’ lebih dekat dan Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah - asysyariah.com - CIRI-CIRI ULAMA